By: Rakhmat Abril Kholis
Studi
kebijakan luar negeri Iran mendapat perhatian khusus dan menjadi subjek
akademis yang cukup hangat diantara para analis hubungan internasional. Negara
dengan status Republik Islam ini dipandang oleh penulis secara umum akan terus
berada pada garis kebijakan atau tujuan dari para pendirinya. Pola kebijakan
luar negeri Iran tak lepas dari pengaruh ideologi dan situasi domestik dimana
bertumpu pada resolusi permasalahan domestik yang pernah terjadi yakni
rekonstruksi ekonomi dan penerapan regulasi hukum di tengah-tengah masyarakat
sipil.
Terhitung
sejak 1970an, Iran tampil sebagai pemain penting di kawasan. 1979 menjadi bukti
awal perkembangan sejarah baru Iran lewat agenda revolusinya yang mampu membawa
Iran berdiri tegak di kancah internasional. Tepat setelah penggulingan Reza
Syah Pahlevi oleh koalisi Islamis, Liberal, dan dorongan radikal, Iran tampil
sebagai aktor penantang dalam hubungan internasional, independen, mengedepankan
nilai agama, dan tidak beraliansi dengan basis kekuatan manapun.
Bagaimanapun,
tidak ada satu negara hingga kini yang mengabaikan pengaruh Revolusi Iran dan
Republik Islam Iran dalam keamanan nasionalnya. Revolusi Iran telah berdampak
pada kebijakan regional, dan mengakhiri secara lambat kekuatan aliansi-aliansi
di Timur Tengah. Revolusi yang pernah terjadi di Iran pun mampu menjadi faktor
penting kebijakan politik dalam negeri negara superpower sekelas Amerika
Serikat.
Sejak
tahun 1990-an Iran dinilai telah bertransformasi menjadi sebuah negara yang
moderat dan aktivitas-aktivitas kebijakan baik dalam maupun luar negerinya
seringkali menjadi sentimen dan agresor bagi Barat. Anoushiravan memaparkan
pendapat dari Clawson yang menyatakan terdapat konsekuensi negatif dengan
adanya kebijakan “economization” dalam politik luar negeri Iran. Tehran
lebih berfokus kepada pertumbuhan ekonomi dibanding dengan tradisi Islam
sebagai aktivitas utama dari pemerintahan sehingga dapat menjadi sumber baru
ketidakstabilan kawasan. Negara-negara yang berada di kawasan cenderung tidak
senang dengan kebijakan baru yang diperlihatkan oleh Iran. Tumbuhnya sumber
kekuatan baru yang sama sekali tidak berafiliasi dengan negara great power
manapun dinilai sangat resisten bagi keamanan kawasan
Namun
semenjak pertengahan 1990an, tepatnya sejak 1997, tren yang berbeda terjadi.
Tehran semakin lama semakin peka untuk memperbaiki jembatan politik dan
diplomasinya, meningkatkan laju ekonomi dan membangun kondisi kesejahteraan di
tengah-tengah lingkungan masyarakat Iran. Reformasi politik secara drastis
dilakukan hingga pembukaan semua sektor ekonmi demi memperlancar laju investasi
pun diupayakan. Akibatnya, terjadi peningkatan dan perubahan yang sangat
signifikan dari Iran dan memengaruhi struktur kekuasaan, proses pembuatan
kebijakan, dan aspek material. Masa pemerintahan President Khatami telah
membuat dampak baru bagi perkembangan Iran sebagai negara yang tidak
diperhitungkan dulunya. Reformasi pola
kebijakan luar negeri Iran yang semakin dinilai antitesa Barat dengan
mengandalkan tradisionalitas keagamaan, penggunaan peran wilayatul faqih
dalam mengelola kebijakan, unsur Imamiyah yang menjadi tonggak utama
setiap produk kebijakan, dan berbagai restrukturisasi dari segala bidang telah
membawa Iran menjadi negara yang patut diperhitungkan di kancah internasional.
Buat lebih berguna, kongsi: