“Indonesia Intensifkan
Komunikasi dengan
Brasil-Belanda”1
Jakarta (ANTARA News): Selasa, 20 Januari
2015
“Diplomacy is more
than saying or doing the rigth things at the right time,
(Bo Bennet)
Setiap negara yang berdaulat
berkewajiban untuk menjamin hak dan memberikan perlindungan bagi seluruh warga
negaranya baik pada ruang domestik maupun antar negara. Setiap negara juga
mempunyai wewenang yang kuat untuk tetap selalu menjaga stabilitas keamanan
dalam negerinya (sovereignty) dari berbagai macam pergerakan
multinasional yang masuk dan mampu memberikan ancaman baik pada hal yang
bersifat konvensional (militeristik) maupun non-konvensional (soft issues).
Dua perbandingan antitesa di atas menjadi perhatian penting akhir-akhir ini
terkait isu penolakan grasi oleh Presiden RI kepada beberapa terdakwa kasus
narkoba yang berujung pada hukuman mati.
Dikutip dari antaranews.com
pertanggal 20 Januari 2015, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu)
Armantha Nasir, mengatakan bahwa saat ini Indonesia sedang mengintensifkan
komunikasi dengan Brasil dan Belanda yang telah melakukan pemanggilan duta besarnya untuk berkonsultasi
melalui Duta Besar (Dubes) Indonesia di kedua negara tersebut. Armantha Nasir
juga menegaskan bahwasanya hubungan bilateral Indonesia dengan kedua negara
tersebut masih tetap normal. Pemanggilan duta besar kedua negara tersebut dimaksudkan
untuk berkonsultasi, bukan penarikan dubes seperti yang banyak diberitakan oleh
media massa.
Penarikan duta besar dalam kacamata
politik internasional dikategorikan sebagai instrumen politik suatu negara yang
mencerminkan penolakan atau ketidaksetujuan akan suatu kebijakan dari negara setempat.
Sebagaimana yang tercantum dalam Kongres Wina (1961) yang menjelaskan bahwa
fungsi dari perwakilan diplomatik yakni “Melindungi kepentingan negara
pengirim dan warga negaranya di negara penerima dalam batas-batas yang diizinkan
oleh hukum internasional”, perwakilan diplomatik dalam hal ini duta besar
mempunyai peran sentral sebagai tolok ukur hubungan antar negara. Dengan kata
lain, jika suatu negara memutuskan kebijakan untuk menarik duta besarnya dari
negara yang ditempati, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi kerenggangan
hubungan antar kedua negara tersebut.
Ditolaknya grasi oleh Presiden Joko
Widodo terhadap beberapa warga negara asing yang terlibat dalam penyebaran
narkoba di Indonesia dan berakhir pada eksekusi mati (18/1) menimbulkan banyak
respon dari berbagai negara sahabat. Walau demikian, Indonesia tetap menghargai
usaha setiap negara dalam membela warga negaranya. Putusan eksekusi mati adalah
hak prerogratif Indonesia dalam batas otoritas politiknya (political border)
sebagai kasta hukuman tertinggi dalam hukum positif di Indonesia. Hukuman mati
merupakan tanda komitmen Indonesia dalam memerangi penyebaran dan
penyalahgunaan narkoba.
[1]Disadur dalam antaranews.com/berita/475124/indonesia-intensifkan-,Rabu, 21
Januari 2015.
Buat lebih berguna, kongsi: