The
Melian Dialogue, sebuah karya
besar narasi peradaban yang disadur dengan begitu menakjubkan oleh seorang
pencatat sejarah ternama abad ke-5 SM. Seorang historian yang disebut juga sebagai “Bapak Ilmu Sejarah” dan “Bapak
Politik Realisme” karena andilnya dalam mengobservasi sifat-sifat serta
interaksi sosial pada masa Peloponnesian
War antara Sparta dan Athena. Ia
dikenal dengan nama Thucydides. Karya tulisnya yakni “The History of the Peloponnesian War” telah mampu membuka sendi-sendi
pengetahuan dan analisa yang tajam akan aspek kemanusiaan, kekuasaan, dan
bentuk-bentuk intimidasi sosial pada era abad kuno.
Seuntai
sejarah terkenang karena adanya latar yang apik untuk dikaji. The Melian Dialogue, menggambarkan
subuah kisah invansi Athena ke sebuah pulau bernama Melos pada periode tahun
416 SM (Peloponnesian War). Diterangkan pada kisah tersebut adanya pergerakan
dan ekspedisi Athena kepada penduduk Melos sebagai bentuk intervensi agar dapat
menyerahkan diri kepada kekaisaran Athena. Melos merupakan sekutu Sparta, musuh
abadi Athena. Mereka menolak dengan tegas untuk bergabung dengan kekaisaran
Athena sebagaimana penghuni pulau lainnya. Ekspedisi tersebutlah yang
memunculkan adanyaperdebatan panjang penuh teriakan konsistensi yang dikenal
dengan istilah“The Melian Dialogue”.
Thucydides menerjemahkan dialog tersebut sebagai representasi penggambaran
fakta sebenarnya terkait pembicaraan antara wakil-wakil Athena dengan penduduk
Melos.
Dialog
panjang antara Athenians dan Melians secara spesifik menyiratkan adanya untaian
ultimatum yang diusung Athena kepada Melos untuk menyerah atau jika tidak maka
akan dihancurkan. Melians dengan penuh integritas melayangkan tanggapan bahwasanya
tawaran yang dikedepankan oleh Athena adalah di luar koridor keadilan yang
sebenarnya. Keadilan menurut perspektif Athena telah menciderai asas-asas
keadilan itu sendiri.“Dan bagaimana bisa
itu sebagai kebaikan bagi kami dengan menjadi budak sementara Anda menjadi
tuan?” (Melians). Hingga pada akhir dialog tersebut, Melians dengan
gamblang menyatakan sikap bahwa mereka tidak siap untuk menyerahkan kebebasan
yang telah lama mereka nikmati. Mereka memberikan pilihan untuk mengundang
Athena agar menjadi sahabat mereka bukan musuh pihak manapun serta dapat merumuskan
secara kolektif sebuah konsensus demi kebaikan bersama. Namun Athena tetap pada
keputusannya dan pada akhirnya menarik wakil-wakil mereka kembali ke
pasukannya.
The Melian Dialogue yang diartikulasikan
oleh Thucydidestelah membuka banyak pintu-pintu argumentasi tentang bagaimana vitalnya
keseimbangan dalam kekuasaan, interaksi strategis antar negara, sistem dari
sebuah negara, dan aturan-aturan moralitas kehidupan (humanitarianaspect) dalam sebuah entitas perilaku politik
internasional. Di lain pihak, satu hal yang harus dikritisi dalam penjelasan
dialog tersebut ialah, pemaparan yang dilakukan oleh Thucydides hanya terfokus
kepada satu titik permasalahan dan satu aktor tumpuan. Ia sedikit kurang
berimbang dalam menggambarkan adanya pola-pola interaksi dan bentuk perlawanan
diri yang dilakukan para Melians untuk menjaga kestabilan wilayahnya.
Melalui
karyanya, Thucydidessebagai seorang penganut realisme klasik berandil besar
dalam memaparkan jalan analisis kontemporer dalam hubungan internasional. Dikaitkan
dengan era sekarang, TheMelian Dialogue menjadi
sebuah fakta empiris terlebih pasca PD II tentang kekuatan, kebungkaman global,
ketidakadilan, dan ketakutan doktrinisasi politik luar negeri negara adidaya
kepada negara-negara dengan status lemah. Selain itu, Thucydides secara tegas
telah mendorong pemikiran bahwasanya hubungan internasional tidak lain hanyalah
sekumpulan perilaku anarkis dan tak bermoral yang dilakukan antar negara. Kisah intervensi
politik antar negara dan anarkisme keadilan lewat untaian-untaian pendapat
pemikiran, merupakan gambaran pemicu mekarnya perang dingin antar negara di era
abad modernitas.
Rakhmat Abril Kholis
Ilmu Hubungan Internasional
Co-Founder Indonesia Madani
Buat lebih berguna, kongsi: