By: Rakhmat Abril Kholis
Ditopang oleh iman dan atas dasar pemahaman mereka tentang teks wahyu, umat Islam harus mengembangkan pemahaman tentang konteks Barat yang akan memungkinkan bagi mereka untuk melakukan apa yang semua Muslim telah lakukan sepanjang sejarah. Mengintegrasikan diri terhadap budaya tempat dimana mereka berada namun tetap menjaga dari hal-hal prinsip keagamaan. Mereka tidak perlu takut atau menolak dengan tetap menyadari prinsip kesetiaan terhadap Islam. Identitas mereka diupayakan untuk terbuka, dinamis, dan interaktif. Mereka harus menetap menjaga modalitas spiritual dan etika kehidupan yang harmonis walaupun harus berintegrasi dengan realita lingkungan. Lebih luas lagi, proses ini akan melahirkan relasi yang baik dalam tataran Islam di Eropa dan Amerika.
Menghormati prinsip-prinsip universal nemun tetap bertopang pada aspek sejarah, tradisi, selera, dan gaya berbagai negara-negara di Barat. Kemampuan untuk menganalisis, berpikit terbuka, kritis, serta kreativitas.
Dialog
antar Agama
Jika ditelisik dari aspek sejarah, dialog antar agama
sebenarnya telah lama menjadi sebuah tradisi di tengah-tengah masyarakat dunia.
Dari sekian rentan waktu sejarah, dari sekian diversitas konteks yang ada, dan
beragam manusia dari berbagai agama sejak dulu telah dipertemukan dalam area
pertukaran ide antar agama demi memperoleh kesepemahan terbaik antar sesama. Tradisi
ini juga bisa terbilang cukup sukses dalam
membangun sikap respect antar kalangan agama hingga mampu bersama
mengelola kehidupan dengan saling bekerja secara kolektif.
Pada saat yang sama, perkembangan pola telah mengubah pandangan kita tentang dunia. Setiap hari perkembangan
gambaran masyarakat dan adat istiadat yang
berbeda semakin membangkitkan rasa ingin tahu masyarakat.
Terlebih lagi, tindakan kekerasan yang dilakukan atas nama agama semakin menjadi tantangan kita bersama. Bagaimana bisa kekerasan dibenarkan atas nama agama? Pertanyaan selanjutnya
yakni, bagaimana kita bisa memahaminya? Bagaimana pula kita bisa mencegahnya?
Banyak peneliti dan pengamat yang mengkaji secara spesifik akan isu relasi
antar agama pada akhir-akhir ini. Berbagai konferensi dan
seminar, bertemu untuk mencoba
untuk membangun jembatan, mendiskusikan
subyek yang memang sensitif, dan mencari
cara pencegahan konflik. Seiring
berjalannya waktu, dialog ini telah
tertuju untuk mengenal perbedaan satu
sama lain dan membangun hubungan baik didasarkan pada
etika penghormatan dan tenggang rasa. Dialog antar agama
merupakan momentum penting demi mencari titik solusi terbaik akan banyaknya
konflik yang terjadi. Namun demikian, masalah yang banyak dikritisi sampai dengan sekarang bahwa aktivitas ini hanya berada pada lingkaran
yang cukup tertutup yang anggotanya tidak selalu berhubungan nyata dengan kelompok agama mereka sendiri. Hal inilah yang
menimbulkan kesulitan untuk menyampaikan kepada seluruh elemen umat beragama tentang hasil dan
perkembangan dari forum dialog antar agama ini.
Selain itu, sebagian besar dari komunitas
ini tidak terlalu peduli atau tersentuh oleh dialog yang sedang berlangsung. Mereka yang memenuhi forum seringkali tidak mewakili berbagai dominansi pelaku konflik,
dari para pakar pemikiran, atau kecenderungan penganut agama
masing-masing. Mereka yang paling
tertutup, yang merupakan penyebab
dari masalah sebenarnya pun tidak pernah bertemu. Dengan
demikian, terjadi ketidakmerataan informasi dalam setiap momen dialog baik
dalam tingkat lokal, nasional, maupun internasional.
Tanggung jawab orang yang terlibat dalam
dialog antar agama sangatlah penting: apakah mereka berstattus pakar ataukah hanya sebatas anggota
kelompok antaragama. Sangat
penting dikarenakan mereka memainkan
peran mediator antara mitra dalam dialog dan
ummat mereka sendiri. Sebuah tuntutan yang memang harus diupayakan oleh para elemen agama
adalah adanya sikap lebih peka untuk mendengarkan dari
perspektif lain, mengonfirmasi, dan
mempertanyakan hal itu dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kemudian sampailah
pada kewajiban untuk mendistribusikan hasil dari dialog dalam komunitas masyarakat
sendiri, menginformasikan, menjelaskan, bahkan mengajar.
Pada saat yang sama, peserta dialog harus mengekspresikan keyakinan mereka sendiri, dan menanggapi serta
berani melayangkan pertanyaan kepada mitra merekadalam dialog.
Urgensitas dialog antaragama sudah tidak diragukan lagi. Namun masih saja beberapa
kalangan tidak mengerti kegunaan nyata
dan tujuannya. Ruang pembahasannya
tentang apa dan apakah akan efektif ditengah banyaknya perbedaan dan
kepentingan? Banyak timbulnya kecurigaan antar sesama ummat
beragama dan lain sebagainya yang berujung pada keapatisan dalam kalangan
elemen komunitas agama itu sendiri.
Alternatif
Budaya
Persoalan penting bagi Muslim yang tinggal di Barat salah
satunya ialah kebutuhan akan respon yang
jelas untuk beberapa pertanyaan mereka
tentang identitas, budaya,
dan peradaban. Makna "Muslim di Barat" dan "Muslim Barat"
masih menjadi perdebatan besar. Apakah keduanya mempuyai artian yang sama,
atau lebih mendasar, dua hal
tersebut mempunyai realitas sosial yang
sangat berbeda?
Iman, spiritualitas, praktek,
dan etika merupakan komponen yang lumrah dalam pembahasan suatu
agama. Namun yang tak dapat dipisahkan ialah keikutsertaan prinsip budaya di tengah-tengah
umat Islam yang hidup.
Para wanita Muslim dan orang-orang yang berhijrah
misalnya dari Pakistan, Aljazair, Maroko, Turki,
atau Guyana membawa
tidak hanya memori prinsip-prinsip
universal Islam. Tetapi juga,
secara alamiah, cara hidup mereka mengikuti di negara-negara
mereka bertempat. Kesadaran dan kelahiran
pemahaman baru tentang Islam menandai masa transisi kita
hari ini. Kesulitan utama bagi generasi pertama/tua
Islam untuk memahamkan generasi mudanya akan pergeseran pola penerimaan dan
interaksi Islam di tengah-tengah masyarakat dunia.
Namun
pada perkembangannya, terlihat tanda harapan dan jalan keselamatan yang potensial untuk mendamaikan prinsip-prinsip Islam
dengan kehidupan di Barat. Kehadiran Muslim
di Barat menuntut adanya kajian tersendiri di kalangan Islam
dan dunia. Memang pada dasarnya, perkembangan ini telah memaksa kita
untuk mengevaluasi kembali lingkungan
kita dan cara kita memandang perbedaan. Disaat yang sama masyarakat Islam juga
diharuskan untuk mampu mendefinisikan identitas
Islam itu sendiri seperti halnya budaya berpakaian yang
secara jelas berbeda dengan kebanyakan masyarakat Barat.
Ditopang oleh iman dan atas dasar pemahaman mereka tentang teks wahyu, umat Islam harus mengembangkan pemahaman tentang konteks Barat yang akan memungkinkan bagi mereka untuk melakukan apa yang semua Muslim telah lakukan sepanjang sejarah. Mengintegrasikan diri terhadap budaya tempat dimana mereka berada namun tetap menjaga dari hal-hal prinsip keagamaan. Mereka tidak perlu takut atau menolak dengan tetap menyadari prinsip kesetiaan terhadap Islam. Identitas mereka diupayakan untuk terbuka, dinamis, dan interaktif. Mereka harus menetap menjaga modalitas spiritual dan etika kehidupan yang harmonis walaupun harus berintegrasi dengan realita lingkungan. Lebih luas lagi, proses ini akan melahirkan relasi yang baik dalam tataran Islam di Eropa dan Amerika.
Menghormati prinsip-prinsip universal nemun tetap bertopang pada aspek sejarah, tradisi, selera, dan gaya berbagai negara-negara di Barat. Kemampuan untuk menganalisis, berpikit terbuka, kritis, serta kreativitas.
Buat lebih berguna, kongsi: