Sumber gambar: http://cesran.org/terrorism-as-genocide-killing-with-intent.html
Keterlibatan Perempuan dalam Aksi Terorisme:
Analisis Ketidakadilan Gender dalam Perilaku Kekerasan
Analisis Ketidakadilan Gender dalam Perilaku Kekerasan
oleh Rakhmat Abril Kholis, S.Sos[1]
Abstraksi
“I've never met anyone
who wanted to be a terrorist. They are desperate people.” John Perkins
Tulisan ini merupakan bentuk dari refleksi
atas kejadian yang menyita perhatian sebagian besar masyarakat yakni aksi
terorisme di beberapa daerah Indonesia beberapa hari lalu. Mengambil sudut
pandang keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme sebagai suatu fenomena yang
tidak lazim terjadi.
Penelitian ini melihat peran serta perempuan
dalam aksi terorisme dalam kacamata konsep Ketidakadilan Gender disertai
tinjauan pustaka dari beberapa penelitian terkait yang bercerita seputar
Gender, Perempuan, dan Terorisme. Terorisme ternyata tidak lagi memandang kelas
dan status sosial, semua kalangan mampu menjadi subjek sekaligus objek sasaran
dari aksi kejahatan luar biasa (the
extraordinary crime) ini.
Keyword: Perempuan, Terorisme, Ketidakadilan Gender, Kekerasan.
A.
Pendahuluan
Beberapa hari terakhir Indonesia dikejutkan dengan
aksi terorisme secara berturut-turut. Mulai dari pemberontakan para narapidana
terorisme di Mako Brimob[2] bom bunuh diri di Gereja Surabaya,[3]
bom bunuh diri di Polrestabes Sidoarjo,[4]
terror di Polda Riau,[5]
dan seterusnya. Sebuah kenyaatan pahit yang dialami negeri ini dalam kurun
waktu yang sangat dekat dengan jumlah korban yang cukup tinggi.[6]
Bukan rentetan aksi saja yang menjadi perhatian besar
dan pekerjaan rumah seluruh komponen bangsa dari presiden hingga rakyat biasa namun juga keterlibatan perempuan dalam
beberapa aksi terorisme tersebut. Hal ini terjadi di Surabaya[7]
dan di Sidoarjo.[8]
Perempuan yakni ibu beserta anaknya menjadi aktor dalam aksi bom bunuh diri.
Keterlibatan perempuan dalam perilaku kekerasan serupa terorisme yang tak lazim
inilah yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini. Direlevansikan
dengan konsep ketidakadilan gender yang secara tidak langsung menjadi akar dari
fenomena ini.
B. Tinjauan Pustaka
Pertama, buku “Women in Terrorism: Case of the LTTE” karya Tamara Herath dari Central Justice Manager for a Policing Organization, Central London. Penelitian ini berupaya menjelaskan semakin banyak perempuan yang aktif terlibat dalam kegiatan teroris dan menganggap signifikansi ini untuk mengkritik gender, konflik, dan politik sosial. Untuk mencapai tujuan itu, buku iini mempelajari para pejuang wanita LTTE, sebuah kelompok perlawanan bersenjata yang diidentifikasi sebagai salah satu kelompok teroris paling mematikan secara global.
Buku ini membahas tiga dekade perang etno-nasionalis di Sri Lanka yang berkontribusi pada perubahan sosial besar bagi perempuan Tamil di Jaffna. Ini mengidentifikasi LTTE sebagai memberikan kekerabatan keluarga alternatif yang didasarkan pada persahabatan, yang melampaui kasta dan agama. Buku ini mengungkapkan bahwa kesetaraan paradoksalisme perempuan LTTE mungkin berbeda dari pengertian feminis Barat tentang emansipasi, tetapi mewakili perubahan besar dalam masyarakat patriarkinya sendiri.
Buku ini menyajikan argumen bahwa keterlibatan dalam konflik bersenjata telah mengubah pemahaman perempuan kombatan tentang diri mereka menjadi pembantai ketidakadilan perempuan dan pelindung bangsa Tamil, dengan kembali membangun identitas gender dan rasa pemberdayaan perempuan.[9]
Kedua, buku “Women and Terrorism” karya Mia Bloom terbitan University of Pennsylvania Press tahun 2012. Buku setebal 320 halaman ini menggambarkan sejarah antara 1985 dan 2008, yakni pembom bunuh diri perempuan melakukan lebih dari 230 serangan. Wanita telah menjadi senjata siluman yang ideal untuk kelompok teroris. Mereka kurang dicurigai atau ditelusuri dan akibatnya telah digunakan untuk menyerang jantung pasukan koalisi di Irak dan Afghanistan. Taktik yang mengkhawatirkan ini sangat efektif, mengumpulkan perhatian media ekstra dan membantu merekrut lebih banyak anggota untuk tujuan teroris. Namun, seperti yang dijelaskan Mia Bloom di Bombshell: Perempuan dan Terorisme, keterlibatan perempuan dalam terorisme tidak terbatas pada pemboman bunuh diri dan tidak terbatas pada Timur Tengah.
Dari Irlandia Utara hingga Sri Lanka, perempuan telah terlibat dalam segala macam kegiatan teroris, mulai dari menghasilkan propaganda hingga meledakkan target. Apa yang mendorong perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan teroris? Bloom seorang sarjana studi internasional dan studi perempuan memadukan penelitian yang teliti dengan wawasan psikologis untuk menggali kisah-kisah yang mempengaruhi perempuan yang dulunya teroris. Dia bergerak melampaui stereotip gender untuk memeriksa kondisi yang benar-benar mempengaruhi kekerasan perempuan, dengan alasan bahwa sementara teroris wanita bisa sama haus darah dengan rekan laki-laki mereka, motivasi mereka cenderung lebih rumit dan berlapis-lapis. Melalui studi kasus yang menarik ia menunjukkan bahwa meskipun beberapa dari para wanita ini menjadi sukarelawan sebagai martir, banyak lagi yang dipaksa oleh ancaman fisik atau cara-cara kontrol sosial lainnya.
Sebagaimana dibuktikan oleh rilis majalah Al Qaeda pada bulan Maret 2011, Al Shamikha, yang dijuluki Cosmo, jelas bahwa perempuan adalah masa depan organisasi teroris yang paling konservatif sekalipun. Bombshell adalah buku inovatif yang mengungkap cara kerja dalam dunia yang mengejutkan dan tidak dikenal.[10]
C. Kerangka Teoritis
Ketidakadilan
Gender (Gender Inequality)
Konsep Ketidakadilan
Gender seperti yang diterangkan oleh Cohen dan Kennedy (2000) merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan
menjadi korban dari sistem tersebut.[11] Menurut para feminis ketidakadilan
gender itu akibat dari kesalahpahaman terhadap konsep gender yang disamakan
dengan konsep seks.[12] Perbedaan gender
sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan
gender (Gender Inequality).[13]
Hal yang paling penting
dipahami adalah perbedaan gender mampu mengakibatkan
ketidakadilan. Ketidakadilan tersebut bisa disimpulkan dari manifestasi
ketidakadilan yakni: marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan (violence)
dan beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden) atau (double
burden).[14] Secara ringkas penjelasannya sebagai
berikut:
1.
Marginalisasi:
Marginalisasi merupakan
suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan
kemiskinan.
2.
Subordinasi
Subordinasi merupakan suatu penilaian atau anggapan bahwa peran yang
dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.
3.
Sterotipe atau Pelabelan Negatif
Stereotype berarti pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang
atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat.
4.
Kekerasan
Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun
non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi
keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran gender
telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminis
dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri
psikologis, seperti laki-laki dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya.
Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut dan sebagainya.
5.
Beban ganda (double burden):
Beban ganda (double burden) merupakan beban pekerjaan yang
diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin
lainnya.
Berikut merupakan tabel penjelasan diferensiasi antara Keyakinan Gender
dan Bentuk Ketidakadilan Gender[15]:
Keyakinan Gender
|
Bentuk Ketidakadilan Gender
|
Perempuan: lembut dan bersifat emosional
|
Tidak boleh menjadi manajer atau pemimpin sebuah
institusi
|
Perempuan: pekerjaan utamanya di rumah dan kalau
bekerja hanya membantu suami (tambahan)
|
Dibayar lebih rendah dan tidak perlu kedudukan yang
tinggi/penting
|
Lelaki: berwatak tegas dan rasional
|
Cocok menjadi pemimpin dan tidak pantas kerja
dirumah dan memasak
|
D. Pembahasan
Keterlibatan perempuan dalam aksi kriminalitas biasa
seperti pencurian, kekerasan, pembunuhan, dan lain-lain sepertinya lumrah
didengar dan terjadi di tengah masyarakat. Faktor pergaulan, ekonomi, ketidakadilan,
kekerasan seksual, dan sebagainya sering menjadi variabel penyebabnya. Namun,
apa yang terjadi jika perempuan ikutserta dalam sebuah aksi kriminalitas luar
biasa (the extraordinary crime) dimana ia terlibat sebagai aktor,
sekaligus eksekutor dalam aksi teror tersebut. Bukan hanya perempuan dewasa,
namun juga perempuan yang masih belia/remaja dan anak-anak menjadi subjek dalam
teror yang merenggut banyak korban jiwa.[16]
Jika dipandang dalam sudut analisa studi pustaka
seperti diterangkan sebelumnya, keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme
ternyata sudah beberapa kali terjadi di negara-negara lain. Perspektif gender,
perempuan, dan terorisme pun telah cukup banyak dijadikan acuan studi baru
dalam melihat aktor-aktor dan pola rekrutmen pelaku teror di berbagai belahan
dunia. Hal ini tergambar dalam penelitian “Women in Terrorism: Case of the
LTTE” karya Tamara Herath dari Central Justice Manager for a Policing
Organization, Central London dan “Women and Terrorism” karya Mia Bloom terbitan
University of Pennsylvania Press tahun 2012.
Studi pustaka yang kedua lebih terang menjelaskan fungsi perempuan dalam tiap
aksi terorisme.
Diuraikan di sana bahwa wanita telah menjadi senjata siluman yang ideal untuk kelompok teroris. Mereka kurang dicurigai atau ditelusuri dan akibatnya telah digunakan untuk menyerang jantung pasukan seperti yang terjadi di Irak dan Afghanistan. Taktik yang mengkhawatirkan ini sangat efektif, mengumpulkan perhatian media ekstra dan membantu merekrut lebih banyak anggota untuk tujuan teroris. Namun, seperti yang dijelaskan Mia Bloom di Bombshell: Perempuan dan Terorisme, keterlibatan perempuan dalam terorisme tidak terbatas pada pemboman bunuh diri dan tidak terbatas pada Timur Tengah. Lebih lanjut ditegaskan jelas bahwa perempuan adalah masa depan organisasi teroris yang paling konservatif sekalipun.
Dalam kacamata konsep Ketidakadilan Gender seperti yang diurai di atas, ada aspek penting yang mampu diteliti secara mendalam perihal tema ini. Sebagaimana yang diketahui, konsep Ketidakadilan Gender seperti yang diterangkan oleh Cohen dan Kennedy (2000) merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Salah satu bagian di dalamnya adalah pandangan keyakinan gender bahwa perempuan bersifat lembut, emosional, pekerjaan utamanya di rumah, khususnya streotipe bahwa perempuan merupakan makhluk yang tidak mampu dikerasi, menyukai keindahan, serta berkaitan dengan beban ganda yang sering disematkan pada pria dan ketidakmampuan seorang wanita yang berakibat pada perilaku subordinasi.
Segala bentuk ketidakadilan gender tersebut di atas termanifestasikan dalam banyak tingkatan yaitu di tingkat negara, tempat kerja, organisasi, adat istiadat masyarakat dan rumah tangga. Tidak ada prioritas atau anggapan bahwa bentuk ketidakadilan satu lebih utama atau berbahaya dari bentuk yang lain. Bentuk-bentuk ketidakadilan tersebut saling berhubungan, misalnya seorang perempuan yang dianggap emosional dan dianggap cocok untuk menempati suatu bentuk pekerjaan tertentu, maka juga bisa melahirkan subordinasi. Perbedaan gender akan melahirkan ketidakadilan yang saling berhubungan dengan perbedaan.[17]
Atas dasar itu, dapat diambil beberapa garis merah sebagai berikut:
1. Pandangan bahwa perempuan menempati status sosial tertentu yang dianggap berbeda dengan laki-laki menjadi sebuah kelumrahan bagi masyarakat. Sifat keperempuanan akan sedikit jauh dari kategori kekerasan, kejahatan, kekejamana, dan lain-lain akibat karakteristik dari konsep ketidakadilan gender tadi;
2. Dari argumentasi tersebut, keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme baik perempuan dewasa apalagi remaja akan terasa tidak lazim disebabkan perempuan sangat sulit diidentikkan dengan tipologi kerja seperti demikian. Masyarakat tidak akan menaruh rasa curiga yang mendalam terhadap perempuan walau dengan gerak-gerik yang sedikit berbeda dari mayoritas masyarakat biasanya. Hal tersebut merupakan buah dari common sense yang dirasakan oleh masyarakat, efek dari pembiasaan konsep ketidakadilan gender yang merata di masyarakat;
3. Maka, penggunaan peran perempuan kini sangat menjadi perhatian utama dan target bagi kelompok-kelompok terorisme baik di dalam maupun luar negeri. Perempuan sedikit tidak dicurigai dibanding laki-laki dan perempuan jauh akan lebih mudah melakukan perekrutan anggota baru dalam lingkaran kelompok para pelaku teror. Hal ini tergambar dalam studi pustaka kedua di atas.
Diuraikan di sana bahwa wanita telah menjadi senjata siluman yang ideal untuk kelompok teroris. Mereka kurang dicurigai atau ditelusuri dan akibatnya telah digunakan untuk menyerang jantung pasukan seperti yang terjadi di Irak dan Afghanistan. Taktik yang mengkhawatirkan ini sangat efektif, mengumpulkan perhatian media ekstra dan membantu merekrut lebih banyak anggota untuk tujuan teroris. Namun, seperti yang dijelaskan Mia Bloom di Bombshell: Perempuan dan Terorisme, keterlibatan perempuan dalam terorisme tidak terbatas pada pemboman bunuh diri dan tidak terbatas pada Timur Tengah. Lebih lanjut ditegaskan jelas bahwa perempuan adalah masa depan organisasi teroris yang paling konservatif sekalipun.
Dalam kacamata konsep Ketidakadilan Gender seperti yang diurai di atas, ada aspek penting yang mampu diteliti secara mendalam perihal tema ini. Sebagaimana yang diketahui, konsep Ketidakadilan Gender seperti yang diterangkan oleh Cohen dan Kennedy (2000) merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Salah satu bagian di dalamnya adalah pandangan keyakinan gender bahwa perempuan bersifat lembut, emosional, pekerjaan utamanya di rumah, khususnya streotipe bahwa perempuan merupakan makhluk yang tidak mampu dikerasi, menyukai keindahan, serta berkaitan dengan beban ganda yang sering disematkan pada pria dan ketidakmampuan seorang wanita yang berakibat pada perilaku subordinasi.
Segala bentuk ketidakadilan gender tersebut di atas termanifestasikan dalam banyak tingkatan yaitu di tingkat negara, tempat kerja, organisasi, adat istiadat masyarakat dan rumah tangga. Tidak ada prioritas atau anggapan bahwa bentuk ketidakadilan satu lebih utama atau berbahaya dari bentuk yang lain. Bentuk-bentuk ketidakadilan tersebut saling berhubungan, misalnya seorang perempuan yang dianggap emosional dan dianggap cocok untuk menempati suatu bentuk pekerjaan tertentu, maka juga bisa melahirkan subordinasi. Perbedaan gender akan melahirkan ketidakadilan yang saling berhubungan dengan perbedaan.[17]
Atas dasar itu, dapat diambil beberapa garis merah sebagai berikut:
1. Pandangan bahwa perempuan menempati status sosial tertentu yang dianggap berbeda dengan laki-laki menjadi sebuah kelumrahan bagi masyarakat. Sifat keperempuanan akan sedikit jauh dari kategori kekerasan, kejahatan, kekejamana, dan lain-lain akibat karakteristik dari konsep ketidakadilan gender tadi;
2. Dari argumentasi tersebut, keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme baik perempuan dewasa apalagi remaja akan terasa tidak lazim disebabkan perempuan sangat sulit diidentikkan dengan tipologi kerja seperti demikian. Masyarakat tidak akan menaruh rasa curiga yang mendalam terhadap perempuan walau dengan gerak-gerik yang sedikit berbeda dari mayoritas masyarakat biasanya. Hal tersebut merupakan buah dari common sense yang dirasakan oleh masyarakat, efek dari pembiasaan konsep ketidakadilan gender yang merata di masyarakat;
3. Maka, penggunaan peran perempuan kini sangat menjadi perhatian utama dan target bagi kelompok-kelompok terorisme baik di dalam maupun luar negeri. Perempuan sedikit tidak dicurigai dibanding laki-laki dan perempuan jauh akan lebih mudah melakukan perekrutan anggota baru dalam lingkaran kelompok para pelaku teror. Hal ini tergambar dalam studi pustaka kedua di atas.
E. Kesimpulan
Keterlibatan perempuan dalam aksi kekerasan khususnya
terorisme menjadi diskursus baru dalam ranah pengkajian perubahan sosial dan
analisis konflik. Konsep ketidakadilan gender di mana terdapat unsur
marginalisasi, subordinasi, stereotype, beban ganda, dll menjadi penguat dan
jawaban atas hadirnya fenomena baru ini. Perempuan akan berpotensi menjadi
aktor strategis dalam tiap aksi terorisme disebabkan kurangnya anggapan dan
kecurigaan masyarakat awam bahwa perempuan mampu melakukan itu.
F. Daftar Pustaka
Buku
Abdullah, Irwan, Sangkan
Paran Gender,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Bloom, Mia, Women and Terrorism, Pennsylvania: University of Pennsylvania Press, 2012.
Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.
Gandhi, Mahatma, Woman and Social Injustice, terj. Siti Farida (Perempuan dan Ketidakadilan Sosial),Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006.
Herath, Tamara, Women in Terrorism, Central London: Central Justice Manager for a Policing Organisation, 2012.
Ilyas, Yunahar, Feminisme Dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an Klasik dan Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.
Nugroho, Riant, Gender dan Strategi Pengarusutamaannya Di Indonesia,Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008.
Internet
Lihat di http://harianjoglosemar.com/berita/persepsi-gender-salah-timbulan-ketidakadilan-gender-14142.html. Diakses pada Mei 2018.
Lihat di https://nasional.kompas.com/read/2018/05/09/23284501/napi-teroris-kuasai-seluruh-rutan-mako-brimob-termasuk-tempat-ahok-ditahan?page=all. Diakses pada Mei 2018.
Lihat di https://news.detik.com/berita/d-4018475/3-gereja-surabaya-dibom-jokowi-bongkar-teroris-sampai-ke-akar.
Diakses
pada Mei 2018.
Lihat di https://news.okezone.com/read/2018/05/30/519/1904518/densus-88-tangkap-terduga-teroris-di-sidoarjo.
Diakses
pada Mei 2018.
Lihat di https://nasional.tempo.co/read/1089479/teror-polda-riau-satu-terduga-teroris-berhasil-kabur. Diakses pada Mei
2018.
Lihat di http://www.bbc.com/indonesia/trensosial-44110808. Diakses pada Mei
2018.
Lihat di http://fajaronline.co.id/read/49005/pelaku-bom-bunuh-diri-di-surabaya-tiga-perempuan. Diakses pada Mei
2018.
Lihat di https://news.okezone.com/read/2018/05/14/519/1897884/perempuan-terduga-teroris-bom-sidoarjo-dikenal-sebagai-penjual-kue. Diakses pada Mei
2018.
Lihat di https://uk.sagepub.com/en-gb/asi/women-in-terrorism/book237983. Diakses
pada Mei 2018.
Lihat di https://books.google.co.id/books/about/Bombshell.html?id=6I_sYmdXiO8C&redir_esc=y. Diakses
pada Mei 2018.
Lihat di https://sofyaneffendi.com/2011/07/26/macam-macam-ketidakadilan-gender/. Diakses pada Mei
2018.
Lihat di https://nasional.kompas.com/read/2018/05/16/13330841/3-alasan-aksi-teror-di-surabaya-libatkan-perempuan-dan-anak-anak. Diakses pada Mei
2018.
Lihat di https://sofyaneffendi.com/2011/07/26/macam-macam-ketidakadilan-gender/. Diakses pada Mei
2018.
[1]Penulis merupakan mahasiswa pascasarjana Kajian Stratejik Ketahanan
Nasional, Sekolah Stratejik dan Studi Global, Universitas Indonesia. Junior Researcher di Center for Information and Development
Studies (CIDES) Indonesia.
[2]Lihat di https://nasional.kompas.com/read/2018/05/09/23284501/napi-teroris-kuasai-seluruh-rutan-mako-brimob-termasuk-tempat-ahok-ditahan?page=all. Diakses pada Mei
2018.
[3]Lihat di https://news.detik.com/berita/d-4018475/3-gereja-surabaya-dibom-jokowi-bongkar-teroris-sampai-ke-akar.
Diakses pada Mei
2018.
[4]Lihat di https://news.okezone.com/read/2018/05/30/519/1904518/densus-88-tangkap-terduga-teroris-di-sidoarjo.
Diakses pada Mei
2018.
[5]Lihat di https://nasional.tempo.co/read/1089479/teror-polda-riau-satu-terduga-teroris-berhasil-kabur. Diakses pada Mei 2018.
[7]Lihat di http://fajaronline.co.id/read/49005/pelaku-bom-bunuh-diri-di-surabaya-tiga-perempuan. Diakses pada Mei 2018.
[8]Lihat di https://news.okezone.com/read/2018/05/14/519/1897884/perempuan-terduga-teroris-bom-sidoarjo-dikenal-sebagai-penjual-kue. Diakses pada Mei 2018.
[10]Lihat di https://books.google.co.id/books/about/Bombshell.html?id=6I_sYmdXiO8C&redir_esc=y. Diakses pada Mei
2018.
[14]Lihat di https://sofyaneffendi.com/2011/07/26/macam-macam-ketidakadilan-gender/. Diakses pada Mei 2018.
[16]lLihat di https://nasional.kompas.com/read/2018/05/16/13330841/3-alasan-aksi-teror-di-surabaya-libatkan-perempuan-dan-anak-anak. Diakses pada Mei 2018.
[17]Lihat di https://sofyaneffendi.com/2011/07/26/macam-macam-ketidakadilan-gender/. Diakses pada Mei 2018.
Buat lebih berguna, kongsi: