oleh Rakhmat Abril Kholis[1]
ASG merampas uang tebusan dan usaha pemerasan sebagai taktik operasionalnya. Penculikan khususnya telah menjadi model pendanaan dari ASG sejak pembentukannya dan dijadikan sebagai penyokong kegiatan organisasi dari hulu ke hilir, selain juga didapatkan dari bantuan anggota. ASG juga telah menerima dana dari organisasi teroris Islam lainnya dan menikmati dukungan dari unsur penduduk lokal Jolo dan Basilan.
Perdamaian dan stabilitas politik nampaknya
belum terwujud dengan penuh di kawasan Asia Tenggara. Banyak bermunculannya
kelompok-kelompok gerakan ekstrimis di kawasan Asia Tenggara yang mengganggu
stabilitas keamanan kawasan menjadi diskursus baru perihal terorisme
internasional di Asia Tenggara, terlebih di negara Filipina. Tingginya
intensitas konflik dan kekerasan yang terdapat di wilayah tersebut ditandai
dengan adanya kehadiran organisasi terorisme yang secara aktif melakukan
berbagai tindakan teror seperti penculikan, kekerasan bersenjata, dan
intimidasi. Salah satu organisasi terorisme yang paling menonjol saat ini di
Filipina Selatan adalah Abu Sayyaf. Sebuah gerakan yang berafiliasi dengan
jaringan terorisme global dan menjadi perhatian baru bagi keamanan kawasan Asia
Tenggara.
A. Deskripsi
Biografi dan Sejarah
Jejak rekam berdirinya kelompok Abu Sayyaf, yang secara
literal berarti “pembawa pedang” atau “ayah dari pedang”, tidak dapat
dipisahkan dari sosok pendirinya Abdurajak Janjalani, anak dari tokoh ulama
Basilan, yang pada tahun 1980-an bersama dengan ratusan orang militan Moro
lainnya mengikuti kamp pelatihan militer Afghanistan, untuk bergabung dengan pasukan
Mujahidin Afghanistan dalam melawan invansi dan pendudukan Uni Soviet.
Abdurajak Janjalani menempuh jenjang pendidikan di Universitas Islam di Arab
Saudi, lulus pada tahun 1981, kemudian mempelajari hukum fiqih Islam di Ummul
Qura’ di Mekkah selama 3 tahun. Ia kemudian kembali ke Basilan dan Zamboanga,
Filipina untuk memulai berdakwah pada tahun 1984.[2]
Pada
1987, Abdurajak Janjalani melakukan perjalanan ke Libya dan kemudian bergabung
dengan Mujahidin dan bertempur melawan Uni Soviet selama beberapa tahun di
Afghanistan. Di Peswahar, Pakistan, ia diperkirakan bertemu dengan penyandang
dana Mujahidin dari Arab Saudi, Osama bin Laden. Abdulrajak Janjalani kemudian
melakukan pelatihan militer pada akhir tahun 1980-an di kamp pelatihan militer
di Khost, Afghanistan, yang dipimpin oleh seorang panglima militer Mujahidin
dari faksi Ittihad al Islamy, Abdur Rab Rasul Sayyaf.
Nama kelompok “Abu Sayyaf”
sendiri diperkirakan diambil dari nama alias Abdulrajak Janjalani yang memilih alias Abu Sayyaf untuk menghormati
panglima militer Mujahidin tersebut. Selain itu juga Abdur Rab Rasul Sayyaf
juga merupakan mentor dari jihadis Indonesia, Riduan Ishamuddin, yang dikenal
sebagai Hambali, pimpinan Jamaah Islamiyah. Zachary Abuza (2005) menyebutkan
bahwa Abdurajak Janjalani termasuk sebagai salah satu dari 48 orang yang
termasuk ke dalam Executive Council of The Islamic International Brigade,
orang-orang inti yang akan membentuk jaringan internasional Al Qaeda ke
depannya.[3]
Pada tahun 1989, Abdurajak Janjalani melakukan rekrutmen
dari para anggota Moro National Liberation Front (MNLF) yang
merasa tidak mendapatkan tempat atau tidak puas dengan kepemimpinan Nur
Misuari. Para eksponen MNLF ini, termasuk Wahab Akbar, Amilhussin Jumaani dan
Abdul Ashmad, memutuskan bergabung dengan Janjalani dan membentuk kelompok Abu
Sayyaf. Menurut Abuza (2005), Intelijen Filipina ketika itu berasumsi bahwa
tujuan pembentukan kelompok Abu Sayyaf saat itu adalah untuk mengintervensi dan
menyabotase proses perdamaian yang tengah berlangsung antara pemerintah
Filipina dengan MNLF dan kemudian tindakan itu dapat menurunkan kredibilitas
para pimpinan MNLF.[4]
B. Abu
Sayyaf dan Osama bin Laden
Terkait
dengan kepentingan memperluas jaringan Al Qaeda di Asia Tenggara, Osama bin
Laden diyakini memanfaatkan jaringan dengan Abdurajak Janjalani untuk membentuk
jaringan sel di Filipina. Dokumen intelijen dari Phlippine National Police
(PNP) menunjukkan bahwa aktor intelektual dari pengeboman World Trade Center
1993, Ramzi Yousef, mendukung gagasan pembentukan kelompok Abu Sayyaf yang
dapat berguna sebagai kontak sel dan jaringan kelompok Al Qaeda di Filipina.
Ramzi Yousef, instruktur pelatihan perakitan bom di kamp Khost Afghanistan,
kemudian melakukan perjalanan bersama Abdurajak Janjalani di Filipina dari
Desember 1991 sampai Mei 1992 atas permintaan Osama bin Laden untuk memberikan
pelatihan pembuatan bom terhadap anggota Abu Sayyaf di kamp militer mereka di kepulauan
Basilan. Kemudian Ramzi Yousef diperkenalkan kepada para pimpinan Abu Sayyaf
dan sebagai “utusan bin Laden” dan ia disebut dengan julukan “the Chemist”
atau “Kimiawan” karena kemampuannya dalam pembuatan bom.[5]
Selain memberikan dana untuk Abdurajak Janjalani dalam
pembentukan kelompok Abu Sayyaf, Osama bin Laden juga memberikan pendampingan
terhadap organisasi yang baru terbentuk ini. Wali Khan Amin Shah, militan
senior yang berjuang bersama bin Laden di Afghanistan dikirim ke Filipina untuk
melakukan rekrutmen, pelatihan militer dan membantu kelompok Abu Sayyaf. Aliran
finansial dan pendanaan juga mulai mengalir masuk, kelompok Abu Sayyaf mulai
menerima pengiriman senjata dari Victor Blout, pedagang senjata Tajik yang
memiliki kontak baik dengan rezim Thaliban maupun jaringan Al Qaeda.[6]
Kelompok Abu Sayyaf kemudian dikenal secara meluas oleh publik ketika aksi
pengeboman pertama mereka terjadi pada Agustus 1991 yang menghancurkan kapal
M/V Doulos, kapal misionaris Kristen yang berlabuh di Zamboanga, Filipina
Selatan.[7]
C. Tokoh,
Struktur Organisasi, Pola Rekrutmen
Tokoh
1. Abdurajak
Janjalani (Abu Sayyaf), pendiri dan pimpinan pertama kelompok Abu Sayyaf yang
telah mengikuti kamp pelatihan militer di Afghanistan. Tewas terbunuh dalam
serangan militer Filipina pada Desember 1998.
2. Khadafy
Janjalani, adik dari Abdurajak Janjalani dan menjadi pimpinan kedua dari
kelompok Abu Sayyaf setelah kematian Abdurajak Janjalani pada tahun 1998.
Khadafy Janjalani kemudian tewas dalam pertempuran dengan militer Filipina di
kepulauan Jolo pada Desember 2006.
3. Aldam
Tilao (Abu Sabaya), juru bicara dan pimpinan militer dari kelompok Abu Sayyaf
faksi Basilan. Abu Sabaya kemudian tewas terbunuh pada satu serangan militer di
Zamboanga pada Juni 2002.
4. Ghalib
Andang (Komandan Robot), pimpinan militer dari kelompok Abu Sayyaf faksi Sulu.
Dianggap bertanggung jawab terhadap operasi penculikan 21 orang turis di
Sipadan pada tahun 2000. Ghalib Andang kemudian tewas terbunuh pada kerusuhan
dalam penjara Manila pada tahun 2005.
5. Radullan
Sahiron (Komandan Putol), pejuang veteran dari MNLF dan MILF yang kemudian
menjadi komandan militer dari kelompok Abu Sayyaf faksi Sulu yang kemudian
menyatukan faksi lainnya di bawah kepemimpinannya.
6. Yasser
Igasan, (Komandan Diang), salah satu anggota pendiri kelompok Abu Sayyaf yang
juga mengikuti pelatihan kamp militer di Afghanistan pada tahun 1990-an. Diduga
Yasser Igasan memiliki hubungan yang erat dengan jaringan internasional Al
Qaeda.
7. Isnilon
Totoni Hapilon (Abu Musab), salah satu pimpinan militer Abu Sayyaf dari faksi
Basilan. Hapilon dianggap bertanggungjawab untuk beberapa kasus penculikan,
penyanderaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf.[8]
8. Albader
Parad, salah satu komandan militer Abu Sayyaf dari faksi Sulu. Albader Parad
diduga bertanggung jawab atas aksi penculikan terhadap relawan Palang Merah
Internasional di Sulu. Ia dinyatakan tewas pada operasi militer yang
dilancarkan marinir Filipina pada Februari 2010.
9. Sulaiman
Pattah, salah satu komandan militer Abu Sayyaf dari faksi Sulu. Ia mendapatkan
reputasinya ketika memimpin operasi penculikan presenter Ces Drilon dan dua
orang kru televisi di Jolo.
10. Nurhassan
Jamiri, salah satu komandan militer Abu Sayyaf dari faksi Basilan. Jamiri
diduga terlibat dalam kasus penculikan dan pemenggalan 10 orang marinir pada
pertempuran 2007.
11. Furuji
Indama, salah satu komandan militer Abu Sayyaf dari faksi Basilan. Ia tergabung
dalam faksi yang sama dengan Nurhassan Jamiri dan dianggap bertanggung jawab
terhadap berbagai kasus penculikan dan terorisme lainnya di Basilan.
12. Abdul
Basit Usman, ahli perakitan bom dan anggota senior kelompok Abu Sayyaf. Abdul
Basit Usman dinyatakan tewas terbunuh oleh serangan misil tentara AS di
perbatasan Afghanistan pada Januari 2010.
13. Gumbahali
Jumdail (Doktor Abu), salah seorang pimpinan tingkat regional Abu Sayyaf yang
diduga bertanggung jawab atas berbagai kasus penculikan dan terorisme yang
terjadi di Filipina Selatan. Tewas terbunuh pada oelh serangan yang dilancarkan
militer Filipina pada Februari 2012.
14.
Alhamser Limbong (Komandan Kosovo), terlibat
dalam pengeboman Oktober 2002 di Zamboanga. Ia juga diduga terlibat dalam
penculikan turis asing di pulau Palawan dan juga tertuduh dalam kasus
pengeboman kapal feri yang menewaskan 100 orang.
15. Abdul
Basir Latip, seorang pemimpin kunci dari kelompok Abu Sayyaf. Memiliki
keterkaitan dengan berbagai kelompok militan lainnya seperti Jamaah Islamiyah
dan Al Qaeda.
Struktur Organisasi
Menurut unit anti terorisme Filipina, Anti-Terrorism
Task Force (ATTF), kekuatan personil kelompok Abu Sayyaf pada tahun 2005
diperkirakan sebesar 350 orang. Tetapi kemudian militer Filipina, Armed
Forces of Philippines (AFP), pada penilaian di kuartal kedua tahun 2008
menyebutkan bahwa kekuatan kelompok Abu Sayyaf berjumlah sekitar 380 orang.
Jika dibandingkan dengan kekuatan personel New People’s Army (NPA) yang
berjumlah sebesar 8000 orang dan kekuatan personel Moro Islamic Liberation
Front (MILF) dengan 10.000 personel, tentu saja kekuatan kelompok Abu
Sayyaf sangatlah minim.[9]
Faksionalisasi dan konflik internal yang terjadi pada
kelompok Abu Sayyaf dengan cepat dimanfaatkan oleh militer Filipina. Dengan
melakukan operasi militer yang intensif, pemerintah Filipina mampu mengurangi
kekuatan kelompok Abu Sayyaf sebesar 70%. Dari puncaknya sekitar 1.269 pejuang
pada tahun 2000 berkurang menjadi hanya sekitar 350 personel di pertengahan
tahun 2005.[10]
Data lain menyebutkan bahwa pada awal tahun 1990-an,
diperkirakan kelompok Abu Sayyaf memiliki anggota sebesar 650 orang, dan pada
momen krisis penyanderaan Sipadan pada tahun 2000, Abu Sayyaf diyakini tumbuh
dengan jumlah militan sebesar 3.000 orang (Torres, 2001). Seorang komandan
brigade militer yang terlibat dalam pertempuran di Februari 2005 di Pulau Jolo
memperkirakan ada sekitar 300 orang kombatan Abu Sayyaf di pulau tersebut
(Pajarito 2005). Angka-angka lain yang sesuai dengan perkiraan intelijen dan
departemen pertahanan menyebutkan angka sekitar 409 dan 500 orang (Banlaoi,
2006b). Seorang mantan komandan kelompok Abu Sayyaf di Sulu menyebutkan bahwa
kelompok tersebut memiliki 650 personel regular bersenjata dan ribuan orang
lainnya sebagai personel cadangan.13
Pola Rekrutmen
Dalam konteks rekrutmen anggota, kelompok Abu Sayyaf
melakukan proses rekrutmen terhadap anak-anak muda di Mindanao yang berusia
sekitar 20 tahunan. Para pemuda yang umumnya direkrut oleh kelompok Abu Sayyaf
adalah para pemuda yang diri dan keluarganya menjadi korban peperangan. Proses
rekrutmen dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf dengan menawarkan sejumlah uang,
senjata dan jaminan perlindungan jika mereka mau bergabung dengan kelompok Abu
Sayyaf.[11]
Zachary
Abuza (2005) berpendapat bahwa tidak ada proses formal dalam pola rekrutmen,
pelatihan dan indoktrinasi pada kelompok Abu Sayyaf. Beberapa anggota generasi
pertama dari kelompok Abu Sayyaf adalah mantan kombatan MNLF, MILF atau para
kombatan yang pernah mengikuti kamp militer di Afghanistan. Para pemuda baik
yang memiliki kecendrungan ideologis maupun kriminalitas biasanya direkrut
untuk melakukan satu tugas spesifik dalam proses pelatihan ad hoc yang harus
mereka selesaikan.[12]
D. Pendanaan
ASG merampas uang tebusan dan usaha pemerasan sebagai taktik operasionalnya. Penculikan khususnya telah menjadi model pendanaan dari ASG sejak pembentukannya dan dijadikan sebagai penyokong kegiatan organisasi dari hulu ke hilir, selain juga didapatkan dari bantuan anggota. ASG juga telah menerima dana dari organisasi teroris Islam lainnya dan menikmati dukungan dari unsur penduduk lokal Jolo dan Basilan.
E. Basis
Ideologi dan Penyebaran Gerakan
Sebagaimana yang dirilis oleh jurnal Standford University
tentang ASG, kelompok ini bersifat gerakan Islamis Fundamental berbasis
ideology salafi. Tujuan utama dari kelompok Abu Sayyaf ini adalah untuk
membentuk suatu negara merdeka yang menggunakan hukum-hukum syariah Islam
sebagai dasar otoritas moral dari undang-undang negara, dan kemudian hukum
syariah tersebut dijalankan dan dipatuhi oleh warganegara yang tinggal di
negara tersebut.
Rommel Banlaoi kemudian memberikan penjelasan mengenai
“Empat Dasar Kebenaran” yang diterbitkan oleh Abdurajak Janjalani pada tahun
1993-1994 sebagai panduan dasar bagi kelompok Abu Sayyaf[13]
- Tujuan kami tidak untuk membangun atau mempromosikan faksi dan perpecahan dalam perjuangan kelompok muslim, karena hal tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Tujuan dari kelompok Abu Sayyaf adalah untuk menjadi jembatan antara pasukan revolusioner baik dari MNLF dan MILF yang peran dan kepemimpinannya dalam perjuangan ini tidak dapat diabaikan,
- Tujuan strategis utama kami adalah pembentukan sebuah negara Islam murni yang “sifat, makna, lambang dan tujuannya” identik dengan kedamaian. Kelompok Abu Sayyaf menyatakan bahwa mereka akan menghormati kebebasan beragama, bahkan dalam konteks sebuah negara Islam, mereka menyatakan “hak-hak orang Kristen akan dilindungi selama mereka mematuhi hukum negara Islam”.
- Advokasi melalui tindakan peperangan merupakan kebutuhan selama tetap terjadi “penindasan, ketidakadilan dan klaim yang sewenang-wenang” terhadap umat muslim.
- Peperangan mengganggu perdamaian hanya untuk mencapai tujuan yang benar dan nyata akan nilai kemanusiaan, dalam penegakan keadilan dan kebenaran untuk semua di bawah naungan hukum Quran yang mulia dan Sunnah yang yang murni.
Selain itu juga kelompok Abu Sayyaf menyadari adanya
ketidakadilan struktural yang terjadi. Ketidakadilan dan perampasan ekonomi
dari Bangsamoro. Dalam pernyataan publik yang diterbitkan pada November 1994,
kelompok Abu Sayyaf menyatakan bahwa perjuangannya adalah untuk mencari
keadilan bagi Bangsamoro. Dalam salah satu pernyataan ideologisnya pada
khutbahnya, Abdurajak Janjalani menekankan bahwa “tujuan awal dalam upaya
penegakan keadilan akan berakhir pada sebuah tuntutan untuk mendirikan negara
Islam yang murni sebagai jaminan keadilan dan kemakmuran bagi muslim
Bangsamoro”.[14]
- Tindak Kriminal dan Perlawanan Bersenjata
Cerita panjang tentang tindakan teror yang dilakukan oleh
Abu Sayyaf rasanya mencapai puncaknya pada kasus yang terjadi beberapa hari
yang lalu. Penculikan anak buah kapal asal Indonesia yang sedang berlayar
membawa batubara dan juga sejumlah warga negara Malaysia menjadi lampu merah
bagi kemanan wilayah maritime di kawasan Asia Tenggara tepatnya wilayah laut
Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
Sejak tahun
1991-2000, tercatat kelompok Abu Sayyaf telah terlibat dalam 378 tindakan
terorisme yang meliputi tindakan pengeboman, penyerangan, dan pembunuhan yang
mengakibatkan kematian sebanyak 288 orang warga sipil. Pada rentang periode
yang sama kelompok Abu Sayyaf tercatat telah melakukan tindakan penculikan dan
penuntutan uang tebusan sebanyak 640 kali dan melibatkan korban penculikan
sebanyak 2.076 korban.[15]
Di bawah ini adalah berbagai aksi terorisme yang dilakukan
oleh kelompok Abu Sayyaf yang meliputi tindakan pengeboman, pembunuhan dan
penculikan, diantaranya adalah :
1. 4
April 1991, melakukan pengeboman menggunakan geranat di kota Zamboanga,
Filipina Selatan, yang menyebabkan dua orang tewas.
2. 14
April 1995, melakukan penyerangan terhadap kota pemukiman Kristen di kota Ipil
yang mengakibatnya tewasnya 53 orang (baik warga sipil dan pasukan militer) dan
30 orang lainnya menjadi korban penyanderaan.
3. 23
April 2000, milisi Abu Sayyaf menyerang sebuah resor wisata di Sipadan dan
kemudian menyandera 20 orang, meliputi perwira polisi Malaysia dan turis dari
Eropa dan Timur Tengah.4
4. 1
Juli 2000, kelompok Abu Sayyaf melakukan penculikan terhadap penginjil Kristen
Filipina di kawasan hutan di Jolo. Tercatat sebanyak 13 orang menjadi sandera
dalam kasus penculikan tersebut.
5. 28
Mei 2001, milisi Abu Sayyaf melakukan penyerangan bersenjata ke resor wisata
Dos Palmas. Dalam kasus penyerangan ini tercatat sebanyak 20 orang wisatawan
asing dan lokal menjadi korban penculikan. Kasus tersebut memicu operasi
militer dari pemerintah Filipina untuk menyelamatkan para sandera.
6. Juni 2001,
terjadi bentrokan bersenjata antara kelompok Abu Sayyaf dan militer Filipina
yang terjadi di Gunung Sinangkapan, Tubaran. Peristiwa ini menyebabkan sebanyak
16 orang tewas dan 44 orang mengalami luka-luka.
7. Agustus
2002, enam orang dari Sekte Saksi Jehovah Filipina diculik oleh kelompok Abu
Sayyaf, dua orang sandera diantaranya kemudian tewas dipenggal.
8. 4
Maret 2003, sebuah bom meledak di luar bangunan terminal utama Bandara
Internasional Davao, Filipina. Juru bicara kelompok Abu Sayyaf melalui siaran
pada stasiun radio nasional mengklaim bertanggung jawab atas serangan
pengeboman tersebut. Tindakan tersebut mengakibatkan tewasnya 21 orang dan
sebanyak 148 orang luka-luka.
9. 4
Februari 2004, sebuah bom yang ditempatkan di dek bawah kapal Superferry 14
meledak dan menenggelamkan kapal feri tersebut. Sebanyak 116 orang tewas akibat
insiden tersebut dan menjadikannya sebagai serangan bom terorisme paling
mematikan di Filipina. Kelompok Abu Sayyaf mengklaim bertanggung jawab atas
serangan pengeboman tersebut.
10. 14
Februari 2005, tiga bom diledakkan oleh operasi kelompok Abu Sayyaf di kota
Makati,
Davao dan General Santos.
Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai “Bom Hari Valentine”.
Berdasarkan
pernyataan juru bicara kelompok Abu Sayyaf saat itu, Abu Solaiman, mengatakan
bahwa bom tersebut merupakan “hadiah” untuk Presiden Gloria Macapagal Arroyo.
Insiden tersebut menyebabkan 8 orang tewas dan 96 orang luka-luka.
11. 27
Februari 2010, kelompok Abu Sayyaf membunuh satu orang milisi dan 10 orang
warga sipil di Maluso, Filipina.
12. 5
Desember 2011, kelompok Abu Sayyaf menculik pensiunan tentara Australia, Warren
Richard Rodwell. Kelompok Abu Sayyaf meminta uang tebusan sebesar 2 juta dollar
AS untuk ganti pelepasan sandera. Sampai Juni 2012, nasib dan keberadaan
Rodwell belum diketahui.
13. 1
Februari 2012, kelompok Abu Sayyaf menculik warga negara Eropa (kebangsaan
Swiss dan Belanda) dan pemandu wisata asal Filipina di sekitar kepulauan
Tawi-Tawi.
14. 10
Juli 2012, militan Abu Sayyaf diduga terlibat dalam pembunuhan tujuh orang
pekerja perkebunan karet setelah menyerang kendaraan mereka di Sumisip,
Basilan. Peristiwa ini menyebabkan 7 orang tewas dan 18 orang luka-luka.
15. 28
Juli 2012, kelompok Abu Sayyaf membunuh tujuh orang marinir Filipina selama
bentrokan senjata dengan aparat keamanan di Panglayahan, Jolo.
16. 25
Mei 2013, terjadi bentrokan bersenjata antara marinir Filipina di kota Patikul,
Sulu. Bentrokan tersebut menyebabkan tewasnya 7 orang marinir Filipina dan 5
orang militan Abu Sayyaf.
17. 17
November 2013, kelompok Abu Sayyaf diduga melakukan pembunuhan dan penculikan
kepada dua orang wisatawan asal Taiwan di Kepulauan Pom Pom, Sabah. Satu orang
diantara sandera dinyatakan tewas dalam insiden tersebut.
18. 16
Februari 2014, diduga melakukan penculikan terhadap sepasang suami istri di
kepulauan Jolo. Suami istri, keduanya adalah karyawan perusahaan lokal, diculik
oleh enam tersangka teroris dari kelompok Abu Sayyaf di depan rumah mereka di
San Raymudo village di Jolo.
19. 31
Maret 2014, kelompok Abu Sayyaf melakukan penculikan terhadap seorang wanita
bernama Benita Enriquez Latonio, seorang penduduk dari Barangray Talisayan yang
menjabat sebagai Kepala Sekolah di Sekolah Dasar Manggal, Kota Sumisip,
Basilan.
20. 26 Maret 2016, penculikan 10 orang anak buah kapal
Indonesia yang sedang berlayar melewati laut yang berbatasan dengan Filipina.[16]
Abu Sayyaf meminta tembusan senilai hampir 14 Miliar rupiah kepada pemerintah
Indonesia.
21. 2 April 2016, penculikan 4 warga negara (ABK) asal
Malaysia yang sedang berlayar di dekat Pulau Ligitan, pulau kecil di Tawau, Sabah
yang sempat jadi sengketa Malaysia dan Indonesia.
[1] Mahasiswa
Ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti Junior di
Center for Information and Development
Studies (CIDES) ICMI Indonesia.
[2]Zachary Abuza, “Balik-Terrorism : The
Return of the Abu Sayyaf”, Strategic Studies Institute, September 2005, hal 2, http://www.strategicstudiesinstitute.army.mil/pdffiles/pub625.pdf,
diakses pada April 2016.
[3]Ibid.,
[4]Ibid., h.2-3.
[5] Ibid.,h.3.
[6]Ibid.,h.3-4.
[7]Garrett Atkinson, “Abu Sayyaf: The Father
of the Swordsman A review of the rise of Islamic insurgency in the southern
Philippines”, Perspective Journal of American Security Project, March 2012, hal
4, http://americansecurityproject.org/wp-
content/uploads/2012/03/Abu-Sayyaf-The-Father-of-the-Swordsman.pdf,
diakses pada April 2016.
[9]Rommel C. Banlaoi, “Al Harakatul Al
Islamiyah : Essays On the Abu Sayyaf Group”, Philippine Institute for Political
Violence and Terrorisme Research, 2008, hal 15, http://pipvtr.com/pipvtr/files/Book_AHAI_Essays_on_ASG_Book_Banlaoi_2008.pdf,
diakses pada April 2016.
[10]Rommel C. Banlaoi, “Al Harakatul Al
Islamiyah : Essays On the Abu Sayyaf Group”, Philippine Institute for Political
Violence and Terrorisme Research, 2008, hal 25, http://pipvtr.com/pipvtr/files/Book_AHAI_Essays_on_ASG_Book_Banlaoi_2008.pdf,
diakses pada April 2016.
[11]GMA News Online, “Abu Sayyaf actively
recruiting young blood – police”, http://www.gmanetwork.com/news/story/101477/news/regions/abu-sayyaf-actively-recruiting-young-blood-police,
diakses pada April 2016.
[12]Rommel C. Banlaoi, “Al Harakatul Al
Islamiyah : Essays On the Abu Sayyaf Group”, Philippine Institute for Political
Violence and Terrorisme Research, 2008, hal 14, http://pipvtr.com/pipvtr/files/Book_AHAI_Essays_on_ASG_Book_Banlaoi_2008.pdf,
diakses pada April 2016.
[13]Garrett Atkinson, “Abu Sayyaf: The Father
of the Swordsman A review of the rise of Islamic insurgency in the southern
Philippines”, Perspective Journal of American Security Project, hal 5, http://americansecurityproject.org/wp- content/uploads/2012/03/Abu-Sayyaf-The-Father-of-the-Swordsman.pdf,
diakses pada April 2016.
[14]Rommel C. Banlaoi, “Al Harakatul Al
Islamiyah : Essays On the Abu Sayyaf Group”, Philippine Institute for Political
Violence and Terrorisme Research, 2008, hal 22, http://pipvtr.com/pipvtr/files/Book_AHAI_Essays_on_ASG_Book_Banlaoi_2008.pdf,
diakses pada April 2016.
[15]Rommel C. Banlaoi, “Al Harakatul Al
Islamiyah : Essays On the Abu Sayyaf Group”, Philippine Institute for Political
Violence and Terrorisme Research, 2008, hal 14, http://pipvtr.com/pipvtr/files/Book_AHAI_Essays_on_ASG_Book_Banlaoi_2008.pdf,
diakses pada April 2016.
Buat lebih berguna, kongsi: