Abu Sayyaf : Wajah Terorisme Internasional Asia Tenggara

oleh Rakhmat Abril Kholis[1]
 

Perdamaian dan stabilitas politik nampaknya belum terwujud dengan penuh di kawasan Asia Tenggara. Banyak bermunculannya kelompok-kelompok gerakan ekstrimis di kawasan Asia Tenggara yang mengganggu stabilitas keamanan kawasan menjadi diskursus baru perihal terorisme internasional di Asia Tenggara, terlebih di negara Filipina. Tingginya intensitas konflik dan kekerasan yang terdapat di wilayah tersebut ditandai dengan adanya kehadiran organisasi terorisme yang secara aktif melakukan berbagai tindakan teror seperti penculikan, kekerasan bersenjata, dan intimidasi. Salah satu organisasi terorisme yang paling menonjol saat ini di Filipina Selatan adalah Abu Sayyaf. Sebuah gerakan yang berafiliasi dengan jaringan terorisme global dan menjadi perhatian baru bagi keamanan kawasan Asia Tenggara.

A.    Deskripsi Biografi dan Sejarah

Jejak rekam berdirinya kelompok Abu Sayyaf, yang secara literal berarti “pembawa pedang” atau “ayah dari pedang”, tidak dapat dipisahkan dari sosok pendirinya Abdurajak Janjalani, anak dari tokoh ulama Basilan, yang pada tahun 1980-an bersama dengan ratusan orang militan Moro lainnya mengikuti kamp pelatihan militer Afghanistan, untuk bergabung dengan pasukan Mujahidin Afghanistan dalam melawan invansi dan pendudukan Uni Soviet. Abdurajak Janjalani menempuh jenjang pendidikan di Universitas Islam di Arab Saudi, lulus pada tahun 1981, kemudian mempelajari hukum fiqih Islam di Ummul Qura’ di Mekkah selama 3 tahun. Ia kemudian kembali ke Basilan dan Zamboanga, Filipina untuk memulai berdakwah pada tahun 1984.[2]

Pada 1987, Abdurajak Janjalani melakukan perjalanan ke Libya dan kemudian bergabung dengan Mujahidin dan bertempur melawan Uni Soviet selama beberapa tahun di Afghanistan. Di Peswahar, Pakistan, ia diperkirakan bertemu dengan penyandang dana Mujahidin dari Arab Saudi, Osama bin Laden. Abdulrajak Janjalani kemudian melakukan pelatihan militer pada akhir tahun 1980-an di kamp pelatihan militer di Khost, Afghanistan, yang dipimpin oleh seorang panglima militer Mujahidin dari faksi Ittihad al Islamy, Abdur Rab Rasul Sayyaf.

Nama kelompok “Abu Sayyaf” sendiri diperkirakan diambil dari nama alias Abdulrajak Janjalani yang memilih alias Abu Sayyaf untuk menghormati panglima militer Mujahidin tersebut. Selain itu juga Abdur Rab Rasul Sayyaf juga merupakan mentor dari jihadis Indonesia, Riduan Ishamuddin, yang dikenal sebagai Hambali, pimpinan Jamaah Islamiyah. Zachary Abuza (2005) menyebutkan bahwa Abdurajak Janjalani termasuk sebagai salah satu dari 48 orang yang termasuk ke dalam Executive Council of The Islamic International Brigade, orang-orang inti yang akan membentuk jaringan internasional Al Qaeda ke depannya.[3]
Pada tahun 1989, Abdurajak Janjalani melakukan rekrutmen dari para anggota Moro National Liberation Front (MNLF) yang merasa tidak mendapatkan tempat atau tidak puas dengan kepemimpinan Nur Misuari. Para eksponen MNLF ini, termasuk Wahab Akbar, Amilhussin Jumaani dan Abdul Ashmad, memutuskan bergabung dengan Janjalani dan membentuk kelompok Abu Sayyaf. Menurut Abuza (2005), Intelijen Filipina ketika itu berasumsi bahwa tujuan pembentukan kelompok Abu Sayyaf saat itu adalah untuk mengintervensi dan menyabotase proses perdamaian yang tengah berlangsung antara pemerintah Filipina dengan MNLF dan kemudian tindakan itu dapat menurunkan kredibilitas para pimpinan MNLF.[4]

B.     Abu Sayyaf dan Osama bin Laden

Terkait dengan kepentingan memperluas jaringan Al Qaeda di Asia Tenggara, Osama bin Laden diyakini memanfaatkan jaringan dengan Abdurajak Janjalani untuk membentuk jaringan sel di Filipina. Dokumen intelijen dari Phlippine National Police (PNP) menunjukkan bahwa aktor intelektual dari pengeboman World Trade Center 1993, Ramzi Yousef, mendukung gagasan pembentukan kelompok Abu Sayyaf yang dapat berguna sebagai kontak sel dan jaringan kelompok Al Qaeda di Filipina. Ramzi Yousef, instruktur pelatihan perakitan bom di kamp Khost Afghanistan, kemudian melakukan perjalanan bersama Abdurajak Janjalani di Filipina dari Desember 1991 sampai Mei 1992 atas permintaan Osama bin Laden untuk memberikan pelatihan pembuatan bom terhadap anggota Abu Sayyaf di kamp militer mereka di kepulauan Basilan. Kemudian Ramzi Yousef diperkenalkan kepada para pimpinan Abu Sayyaf dan sebagai “utusan bin Laden” dan ia disebut dengan julukan “the Chemist” atau “Kimiawan” karena kemampuannya dalam pembuatan bom.[5]

Selain memberikan dana untuk Abdurajak Janjalani dalam pembentukan kelompok Abu Sayyaf, Osama bin Laden juga memberikan pendampingan terhadap organisasi yang baru terbentuk ini. Wali Khan Amin Shah, militan senior yang berjuang bersama bin Laden di Afghanistan dikirim ke Filipina untuk melakukan rekrutmen, pelatihan militer dan membantu kelompok Abu Sayyaf. Aliran finansial dan pendanaan juga mulai mengalir masuk, kelompok Abu Sayyaf mulai menerima pengiriman senjata dari Victor Blout, pedagang senjata Tajik yang memiliki kontak baik dengan rezim Thaliban maupun jaringan Al Qaeda.[6] Kelompok Abu Sayyaf kemudian dikenal secara meluas oleh publik ketika aksi pengeboman pertama mereka terjadi pada Agustus 1991 yang menghancurkan kapal M/V Doulos, kapal misionaris Kristen yang berlabuh di Zamboanga, Filipina Selatan.[7]

C.    Tokoh, Struktur Organisasi, Pola Rekrutmen 



Tokoh

1.  Abdurajak Janjalani (Abu Sayyaf), pendiri dan pimpinan pertama kelompok Abu Sayyaf yang telah mengikuti kamp pelatihan militer di Afghanistan. Tewas terbunuh dalam serangan militer Filipina pada Desember 1998.

2.  Khadafy Janjalani, adik dari Abdurajak Janjalani dan menjadi pimpinan kedua dari kelompok Abu Sayyaf setelah kematian Abdurajak Janjalani pada tahun 1998. Khadafy Janjalani kemudian tewas dalam pertempuran dengan militer Filipina di kepulauan Jolo pada Desember 2006.

3.  Aldam Tilao (Abu Sabaya), juru bicara dan pimpinan militer dari kelompok Abu Sayyaf faksi Basilan. Abu Sabaya kemudian tewas terbunuh pada satu serangan militer di Zamboanga pada Juni 2002.

4.  Ghalib Andang (Komandan Robot), pimpinan militer dari kelompok Abu Sayyaf faksi Sulu. Dianggap bertanggung jawab terhadap operasi penculikan 21 orang turis di Sipadan pada tahun 2000. Ghalib Andang kemudian tewas terbunuh pada kerusuhan dalam penjara Manila pada tahun 2005.

5.  Radullan Sahiron (Komandan Putol), pejuang veteran dari MNLF dan MILF yang kemudian menjadi komandan militer dari kelompok Abu Sayyaf faksi Sulu yang kemudian menyatukan faksi lainnya di bawah kepemimpinannya.

6. Yasser Igasan, (Komandan Diang), salah satu anggota pendiri kelompok Abu Sayyaf yang juga mengikuti pelatihan kamp militer di Afghanistan pada tahun 1990-an. Diduga Yasser Igasan memiliki hubungan yang erat dengan jaringan internasional Al Qaeda.

7.   Isnilon Totoni Hapilon (Abu Musab), salah satu pimpinan militer Abu Sayyaf dari faksi Basilan. Hapilon dianggap bertanggungjawab untuk beberapa kasus penculikan, penyanderaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf.[8]

8.  Albader Parad, salah satu komandan militer Abu Sayyaf dari faksi Sulu. Albader Parad diduga bertanggung jawab atas aksi penculikan terhadap relawan Palang Merah Internasional di Sulu. Ia dinyatakan tewas pada operasi militer yang dilancarkan marinir Filipina pada Februari 2010.

9.  Sulaiman Pattah, salah satu komandan militer Abu Sayyaf dari faksi Sulu. Ia mendapatkan reputasinya ketika memimpin operasi penculikan presenter Ces Drilon dan dua orang kru televisi di Jolo.

10.  Nurhassan Jamiri, salah satu komandan militer Abu Sayyaf dari faksi Basilan. Jamiri diduga terlibat dalam kasus penculikan dan pemenggalan 10 orang marinir pada pertempuran 2007.

11.   Furuji Indama, salah satu komandan militer Abu Sayyaf dari faksi Basilan. Ia tergabung dalam faksi yang sama dengan Nurhassan Jamiri dan dianggap bertanggung jawab terhadap berbagai kasus penculikan dan terorisme lainnya di Basilan.

12.   Abdul Basit Usman, ahli perakitan bom dan anggota senior kelompok Abu Sayyaf. Abdul Basit Usman dinyatakan tewas terbunuh oleh serangan misil tentara AS di perbatasan Afghanistan pada Januari 2010.

13.  Gumbahali Jumdail (Doktor Abu), salah seorang pimpinan tingkat regional Abu Sayyaf yang diduga bertanggung jawab atas berbagai kasus penculikan dan terorisme yang terjadi di Filipina Selatan. Tewas terbunuh pada oelh serangan yang dilancarkan militer Filipina pada Februari 2012.

14.              Alhamser Limbong (Komandan Kosovo), terlibat dalam pengeboman Oktober 2002 di Zamboanga. Ia juga diduga terlibat dalam penculikan turis asing di pulau Palawan dan juga tertuduh dalam kasus pengeboman kapal feri yang menewaskan 100 orang.

15.  Abdul Basir Latip, seorang pemimpin kunci dari kelompok Abu Sayyaf. Memiliki keterkaitan dengan berbagai kelompok militan lainnya seperti Jamaah Islamiyah dan Al Qaeda.

Struktur Organisasi

Menurut unit anti terorisme Filipina, Anti-Terrorism Task Force (ATTF), kekuatan personil kelompok Abu Sayyaf pada tahun 2005 diperkirakan sebesar 350 orang. Tetapi kemudian militer Filipina, Armed Forces of Philippines (AFP), pada penilaian di kuartal kedua tahun 2008 menyebutkan bahwa kekuatan kelompok Abu Sayyaf berjumlah sekitar 380 orang. Jika dibandingkan dengan kekuatan personel New People’s Army (NPA) yang berjumlah sebesar 8000 orang dan kekuatan personel Moro Islamic Liberation Front (MILF) dengan 10.000 personel, tentu saja kekuatan kelompok Abu Sayyaf sangatlah minim.[9]

Faksionalisasi dan konflik internal yang terjadi pada kelompok Abu Sayyaf dengan cepat dimanfaatkan oleh militer Filipina. Dengan melakukan operasi militer yang intensif, pemerintah Filipina mampu mengurangi kekuatan kelompok Abu Sayyaf sebesar 70%. Dari puncaknya sekitar 1.269 pejuang pada tahun 2000 berkurang menjadi hanya sekitar 350 personel di pertengahan tahun 2005.[10]

Data lain menyebutkan bahwa pada awal tahun 1990-an, diperkirakan kelompok Abu Sayyaf memiliki anggota sebesar 650 orang, dan pada momen krisis penyanderaan Sipadan pada tahun 2000, Abu Sayyaf diyakini tumbuh dengan jumlah militan sebesar 3.000 orang (Torres, 2001). Seorang komandan brigade militer yang terlibat dalam pertempuran di Februari 2005 di Pulau Jolo memperkirakan ada sekitar 300 orang kombatan Abu Sayyaf di pulau tersebut (Pajarito 2005). Angka-angka lain yang sesuai dengan perkiraan intelijen dan departemen pertahanan menyebutkan angka sekitar 409 dan 500 orang (Banlaoi, 2006b). Seorang mantan komandan kelompok Abu Sayyaf di Sulu menyebutkan bahwa kelompok tersebut memiliki 650 personel regular bersenjata dan ribuan orang lainnya sebagai personel cadangan.13

Pola Rekrutmen

Dalam konteks rekrutmen anggota, kelompok Abu Sayyaf melakukan proses rekrutmen terhadap anak-anak muda di Mindanao yang berusia sekitar 20 tahunan. Para pemuda yang umumnya direkrut oleh kelompok Abu Sayyaf adalah para pemuda yang diri dan keluarganya menjadi korban peperangan. Proses rekrutmen dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf dengan menawarkan sejumlah uang, senjata dan jaminan perlindungan jika mereka mau bergabung dengan kelompok Abu Sayyaf.[11]

Zachary Abuza (2005) berpendapat bahwa tidak ada proses formal dalam pola rekrutmen, pelatihan dan indoktrinasi pada kelompok Abu Sayyaf. Beberapa anggota generasi pertama dari kelompok Abu Sayyaf adalah mantan kombatan MNLF, MILF atau para kombatan yang pernah mengikuti kamp militer di Afghanistan. Para pemuda baik yang memiliki kecendrungan ideologis maupun kriminalitas biasanya direkrut untuk melakukan satu tugas spesifik dalam proses pelatihan ad hoc yang harus mereka selesaikan.[12]


D.    Pendanaan

        ASG merampas uang tebusan dan usaha pemerasan sebagai taktik operasionalnya. Penculikan khususnya telah menjadi model pendanaan dari ASG sejak pembentukannya dan dijadikan sebagai penyokong kegiatan organisasi dari hulu ke hilir, selain juga didapatkan dari bantuan anggota. ASG juga telah menerima dana dari organisasi teroris Islam lainnya dan menikmati dukungan dari unsur penduduk lokal Jolo dan Basilan.

E.     Basis Ideologi dan Penyebaran Gerakan

Sebagaimana yang dirilis oleh jurnal Standford University tentang ASG, kelompok ini bersifat gerakan Islamis Fundamental berbasis ideology salafi. Tujuan utama dari kelompok Abu Sayyaf ini adalah untuk membentuk suatu negara merdeka yang menggunakan hukum-hukum syariah Islam sebagai dasar otoritas moral dari undang-undang negara, dan kemudian hukum syariah tersebut dijalankan dan dipatuhi oleh warganegara yang tinggal di negara tersebut.

Rommel Banlaoi kemudian memberikan penjelasan mengenai “Empat Dasar Kebenaran” yang diterbitkan oleh Abdurajak Janjalani pada tahun 1993-1994 sebagai panduan dasar bagi kelompok Abu Sayyaf[13]

  1. Tujuan kami tidak untuk membangun atau mempromosikan faksi dan perpecahan dalam perjuangan kelompok muslim, karena hal tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Tujuan dari kelompok Abu Sayyaf adalah untuk menjadi jembatan antara pasukan revolusioner baik dari MNLF dan MILF yang peran dan kepemimpinannya dalam perjuangan ini tidak dapat diabaikan,

  1. Tujuan strategis utama kami adalah pembentukan sebuah negara Islam murni yang “sifat, makna, lambang dan tujuannya” identik dengan kedamaian. Kelompok Abu Sayyaf menyatakan bahwa mereka akan menghormati kebebasan beragama, bahkan dalam konteks sebuah negara Islam, mereka menyatakan “hak-hak orang Kristen akan dilindungi selama mereka mematuhi hukum negara Islam”.

  1. Advokasi melalui tindakan peperangan merupakan kebutuhan selama tetap terjadi  “penindasan, ketidakadilan dan klaim yang sewenang-wenang” terhadap umat muslim.

  1. Peperangan mengganggu perdamaian hanya untuk mencapai tujuan yang benar dan nyata akan nilai kemanusiaan, dalam penegakan keadilan dan kebenaran untuk semua di bawah naungan hukum Quran yang mulia dan Sunnah yang yang murni.

Selain itu juga kelompok Abu Sayyaf menyadari adanya ketidakadilan struktural yang terjadi. Ketidakadilan dan perampasan ekonomi dari Bangsamoro. Dalam pernyataan publik yang diterbitkan pada November 1994, kelompok Abu Sayyaf menyatakan bahwa perjuangannya adalah untuk mencari keadilan bagi Bangsamoro. Dalam salah satu pernyataan ideologisnya pada khutbahnya, Abdurajak Janjalani menekankan bahwa “tujuan awal dalam upaya penegakan keadilan akan berakhir pada sebuah tuntutan untuk mendirikan negara Islam yang murni sebagai jaminan keadilan dan kemakmuran bagi muslim Bangsamoro”.[14]


  1. Tindak Kriminal dan Perlawanan Bersenjata

Cerita panjang tentang tindakan teror yang dilakukan oleh Abu Sayyaf rasanya mencapai puncaknya pada kasus yang terjadi beberapa hari yang lalu. Penculikan anak buah kapal asal Indonesia yang sedang berlayar membawa batubara dan juga sejumlah warga negara Malaysia menjadi lampu merah bagi kemanan wilayah maritime di kawasan Asia Tenggara tepatnya wilayah laut Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
 Sejak tahun 1991-2000, tercatat kelompok Abu Sayyaf telah terlibat dalam 378 tindakan terorisme yang meliputi tindakan pengeboman, penyerangan, dan pembunuhan yang mengakibatkan kematian sebanyak 288 orang warga sipil. Pada rentang periode yang sama kelompok Abu Sayyaf tercatat telah melakukan tindakan penculikan dan penuntutan uang tebusan sebanyak 640 kali dan melibatkan korban penculikan sebanyak 2.076 korban.[15]
Di bawah ini adalah berbagai aksi terorisme yang dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf yang meliputi tindakan pengeboman, pembunuhan dan penculikan, diantaranya adalah :

1.   4 April 1991, melakukan pengeboman menggunakan geranat di kota Zamboanga, Filipina Selatan, yang menyebabkan dua orang tewas.

2.  14 April 1995, melakukan penyerangan terhadap kota pemukiman Kristen di kota Ipil yang mengakibatnya tewasnya 53 orang (baik warga sipil dan pasukan militer) dan 30 orang lainnya menjadi korban penyanderaan.

3.  23 April 2000, milisi Abu Sayyaf menyerang sebuah resor wisata di Sipadan dan kemudian menyandera 20 orang, meliputi perwira polisi Malaysia dan turis dari Eropa dan Timur Tengah.4

4.  1 Juli 2000, kelompok Abu Sayyaf melakukan penculikan terhadap penginjil Kristen Filipina di kawasan hutan di Jolo. Tercatat sebanyak 13 orang menjadi sandera dalam kasus penculikan tersebut.

5.   28 Mei 2001, milisi Abu Sayyaf melakukan penyerangan bersenjata ke resor wisata Dos Palmas. Dalam kasus penyerangan ini tercatat sebanyak 20 orang wisatawan asing dan lokal menjadi korban penculikan. Kasus tersebut memicu operasi militer dari pemerintah Filipina untuk menyelamatkan para sandera.

6. Juni 2001, terjadi bentrokan bersenjata antara kelompok Abu Sayyaf dan militer Filipina yang terjadi di Gunung Sinangkapan, Tubaran. Peristiwa ini menyebabkan sebanyak 16 orang tewas dan 44 orang mengalami luka-luka.

7.   Agustus 2002, enam orang dari Sekte Saksi Jehovah Filipina diculik oleh kelompok Abu Sayyaf, dua orang sandera diantaranya kemudian tewas dipenggal.

8.  4 Maret 2003, sebuah bom meledak di luar bangunan terminal utama Bandara Internasional Davao, Filipina. Juru bicara kelompok Abu Sayyaf melalui siaran pada stasiun radio nasional mengklaim bertanggung jawab atas serangan pengeboman tersebut. Tindakan tersebut mengakibatkan tewasnya 21 orang dan sebanyak 148 orang luka-luka.

9.  4 Februari 2004, sebuah bom yang ditempatkan di dek bawah kapal Superferry 14 meledak dan menenggelamkan kapal feri tersebut. Sebanyak 116 orang tewas akibat insiden tersebut dan menjadikannya sebagai serangan bom terorisme paling mematikan di Filipina. Kelompok Abu Sayyaf mengklaim bertanggung jawab atas serangan pengeboman tersebut.

10.  14 Februari 2005, tiga bom diledakkan oleh operasi kelompok Abu Sayyaf di kota Makati,
Davao dan General Santos. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai “Bom Hari Valentine”.

Berdasarkan pernyataan juru bicara kelompok Abu Sayyaf saat itu, Abu Solaiman, mengatakan bahwa bom tersebut merupakan “hadiah” untuk Presiden Gloria Macapagal Arroyo. Insiden tersebut menyebabkan 8 orang tewas dan 96 orang luka-luka.

11.  27 Februari 2010, kelompok Abu Sayyaf membunuh satu orang milisi dan 10 orang warga sipil di Maluso, Filipina.

12.   5 Desember 2011, kelompok Abu Sayyaf menculik pensiunan tentara Australia, Warren Richard Rodwell. Kelompok Abu Sayyaf meminta uang tebusan sebesar 2 juta dollar AS untuk ganti pelepasan sandera. Sampai Juni 2012, nasib dan keberadaan Rodwell belum diketahui.

13.  1 Februari 2012, kelompok Abu Sayyaf menculik warga negara Eropa (kebangsaan Swiss dan Belanda) dan pemandu wisata asal Filipina di sekitar kepulauan Tawi-Tawi.

14.   10 Juli 2012, militan Abu Sayyaf diduga terlibat dalam pembunuhan tujuh orang pekerja perkebunan karet setelah menyerang kendaraan mereka di Sumisip, Basilan. Peristiwa ini menyebabkan 7 orang tewas dan 18 orang luka-luka.

15.    28 Juli 2012, kelompok Abu Sayyaf membunuh tujuh orang marinir Filipina selama bentrokan senjata dengan aparat keamanan di Panglayahan, Jolo.

16.   25 Mei 2013, terjadi bentrokan bersenjata antara marinir Filipina di kota Patikul, Sulu. Bentrokan tersebut menyebabkan tewasnya 7 orang marinir Filipina dan 5 orang militan Abu Sayyaf.

17.  17 November 2013, kelompok Abu Sayyaf diduga melakukan pembunuhan dan penculikan kepada dua orang wisatawan asal Taiwan di Kepulauan Pom Pom, Sabah. Satu orang diantara sandera dinyatakan tewas dalam insiden tersebut.

18. 16 Februari 2014, diduga melakukan penculikan terhadap sepasang suami istri di kepulauan Jolo. Suami istri, keduanya adalah karyawan perusahaan lokal, diculik oleh enam tersangka teroris dari kelompok Abu Sayyaf di depan rumah mereka di San Raymudo village di Jolo.


19.   31 Maret 2014, kelompok Abu Sayyaf melakukan penculikan terhadap seorang wanita bernama Benita Enriquez Latonio, seorang penduduk dari Barangray Talisayan yang menjabat sebagai Kepala Sekolah di Sekolah Dasar Manggal, Kota Sumisip, Basilan.

20. 26 Maret 2016, penculikan 10 orang anak buah kapal Indonesia yang sedang berlayar melewati laut yang berbatasan dengan Filipina.[16] Abu Sayyaf meminta tembusan senilai hampir 14 Miliar rupiah kepada pemerintah Indonesia.

21. 2 April 2016, penculikan 4 warga negara (ABK) asal Malaysia yang sedang berlayar di dekat Pulau Ligitan, pulau kecil di Tawau, Sabah yang sempat jadi sengketa Malaysia dan Indonesia.























           


[1] Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti Junior di Center for Information and Development Studies (CIDES) ICMI Indonesia.
[2]Zachary Abuza, “Balik-Terrorism : The Return of the Abu Sayyaf”, Strategic Studies Institute, September 2005, hal 2,  http://www.strategicstudiesinstitute.army.mil/pdffiles/pub625.pdf, diakses pada April 2016.
[3]Ibid.,
[4]Ibid., h.2-3.  
[5] Ibid.,h.3.
[6]Ibid.,h.3-4.
[7]Garrett Atkinson, “Abu Sayyaf: The Father of the Swordsman A review of the rise of Islamic insurgency in the southern Philippines”, Perspective Journal of American Security Project, March 2012, hal 4,  http://americansecurityproject.org/wp- content/uploads/2012/03/Abu-Sayyaf-The-Father-of-the-Swordsman.pdf, diakses pada April 2016.


[9]Rommel C. Banlaoi, “Al Harakatul Al Islamiyah : Essays On the Abu Sayyaf Group”, Philippine Institute for Political Violence and Terrorisme Research, 2008, hal 15,  http://pipvtr.com/pipvtr/files/Book_AHAI_Essays_on_ASG_Book_Banlaoi_2008.pdf, diakses pada April 2016.

[10]Rommel C. Banlaoi, “Al Harakatul Al Islamiyah : Essays On the Abu Sayyaf Group”, Philippine Institute for Political Violence and Terrorisme Research, 2008, hal 25, http://pipvtr.com/pipvtr/files/Book_AHAI_Essays_on_ASG_Book_Banlaoi_2008.pdf, diakses pada April 2016.

[11]GMA News Online, “Abu Sayyaf actively recruiting young blood – police”,  http://www.gmanetwork.com/news/story/101477/news/regions/abu-sayyaf-actively-recruiting-young-blood-police, diakses pada April 2016.
[12]Rommel C. Banlaoi, “Al Harakatul Al Islamiyah : Essays On the Abu Sayyaf Group”, Philippine Institute for Political Violence and Terrorisme Research, 2008, hal 14,  http://pipvtr.com/pipvtr/files/Book_AHAI_Essays_on_ASG_Book_Banlaoi_2008.pdf, diakses pada April 2016.  

[13]Garrett Atkinson, “Abu Sayyaf: The Father of the Swordsman A review of the rise of Islamic insurgency in the southern Philippines”, Perspective Journal of American Security Project, hal 5,  http://americansecurityproject.org/wp- content/uploads/2012/03/Abu-Sayyaf-The-Father-of-the-Swordsman.pdf, diakses pada April 2016.

[14]Rommel C. Banlaoi, “Al Harakatul Al Islamiyah : Essays On the Abu Sayyaf Group”, Philippine Institute for Political Violence and Terrorisme Research, 2008, hal 22,  http://pipvtr.com/pipvtr/files/Book_AHAI_Essays_on_ASG_Book_Banlaoi_2008.pdf, diakses pada April 2016.  

[15]Rommel C. Banlaoi, “Al Harakatul Al Islamiyah : Essays On the Abu Sayyaf Group”, Philippine Institute for Political Violence and Terrorisme Research, 2008, hal 14,  http://pipvtr.com/pipvtr/files/Book_AHAI_Essays_on_ASG_Book_Banlaoi_2008.pdf, diakses pada April 2016.

Buat lebih berguna, kongsi:
close
CLOSE [X]