Istilah pendidikan civic education sering kali dikaitkan
dengan penerapan kehidupan berbangsa dan bernegara. Fakta ini menujukkan bahwa
pendidikan civic education merupakan pembelajaran yang penting dan wajib
diterapkan oleh seluruh elemen masyarakat mengingat arus-arus globalisasi dan
demoralisasi yang hingga kini mencuat bak roket pesawat tempur yang mencengkram
sasarannya.
Civic
education muncul karena adanya keperluan akan budaya yang aktif, demokratif,
dan partisipatif. Pendidikan yang orientasinya ialah mencetak manusia-manusia
yang commit akan ideologi kebangsaan
dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar konstitusi
universal. Maka dari itu, civic education memfokuskan titik permasalahan yang dikaji
di dalamnya mengenai praktik demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), dan yang lebih
penting yakni perwujudan menuju masyarakat madani.
Seluruh
aspek tujuan civic education itu sendiri dimulai dengan tidak mudah. Bermula
sejak era orde lama hingga akhirnya pembahasan dan perubahan secara artian
pemaknaan akan pendidikan ini sampai pada era reformasi yang sama-sama kita
rasakan. Tuntutan dan kerja keras dari para pemikir bangsa serta para kaum
intelektual ini seharusnya kita maknai dengan sikap memahami, mengenali, dan
mengamalkan dalam seluruh aspek kehidupan kita.
Berkaitan
dengan hal ini, civic education telah memupuk jiwa-jiwa berdemokrasi yang baik.
Tetapi terjadi persoalan yang tumbuh hingga sekarang ialah permasalahan akan sikap
berdemokrasi yang baik, sosialisasi sikap partisipatif, dan peran para aparatur
negara sebagai figur demokrasi itu sendiri. Masih banyak yang mengartikan bahwa
demokrasi sendiri hanyalah sebatas kebebasan untuk berekspresi dan berbicara
tanpa mengindahkan batasan-batasan akan hal tersebut. Pernyataan yang menurut
saya sangat salah dan terlalu pragmatis karena demokrasi sendiri mencakup
seluruh aspek berbangsa dan bernegara. Dari mulai HAM hingga pendidikan
karakter serta aturan antara hak dan kewajiban diatur di sana.
Sikap-sikap
masyarakat Indonesia yang kebanyakan masih berarah kepada sikap parokial
membuat pergerakan kemajuan budaya demokrasi itu sendiri menjadi terlambat.
Perilaku anarkis, demonstrasi yang tidak intelektualis, dan banyak lagi menjadi
pandangan biasa dan seolah-olah tak dihiraukan lagi. Permasalahan ini harusnya
cepat-cepat ditindak. Penindakan harus dimulai dari aspek terkecil. Aspek
keluarga terutama. Karena hanya di keluarga manusia dibina dan ditempa.
Selanjutnya peran aktif antara masyarakat dengan pemerintah dengan saling
terbuka dan membantu adalah lanjutan yang tepat demi terwujudnya perilaku
demokrasi yang baik.
Demokrasi
harusnya diletakkan secara konsisten dan bertanggung jawab. Mempunyai tujuan dan
visi ke depan, bukan hanya karena menerima imbalan. Pemaknaan seperti ini harus
ada di benak para aktivis muda yang acap kali menyuarakan aspirasinya. Aspirasi
demokrasi lewat jalur demonstrasi merupakan hal yang sah dan wajar jika
dilakukan dengan damai tanpa adanya pengrusakan fasilitas masyarakat yang pada
akhirnya merugikan kita semua. Perilaku anarkis akan menghilangkan martabat,
menghancurkan legitimasi pemuda, dan meruntuhkan moral bangsa. Jiwa yang sabar
dan elegan adalah kunci terciptanya demokrasi yang madani.
Rakhmat Abril Kholis
Hubungan Internasional-A
Buat lebih berguna, kongsi: