Islam sebagai agama yang paripurna syamil wa mutakammil, agama dengan
kesatuan kesempurnaan ide pemikiran yang
mencakup berbagai bidang kajian, menjadi penting untuk mampu menjawab semua
permasalahan yang terjadi di dalam ranah ummatnya. Permasalahan dengan titik
solusi yang terbaik dan mampu ditawarkan untuk semua kalangan tanpa terkecuali.
Perubahan alur sejarah dan kondisi
kualitas keilmuan serta keimanan ummat Islam dari zaman kenabian hingga dengan zaman sekarang telah membawa
Islam sebagai entitas keagamaan bergerak progresif di atas berbagai konflik
yang terjadi di dalamnya. Salah satu diantaranya ialah adanya problematika
ummat dalam wilayah pandangan dan penghargaan akan perbedaan penerapan mazhab-mazhab.
Kita ketahui bersama bahwasanya
secara kehujjahan, Islam mengakui adanya empat mazhab yang berlaku. Hanafi,
Maliki, Syafi’i, dan Hambali merupakan empat dari padanya. Perlu adanya
pelurusan pemahaman bahwasanya permasalahan yang terjadi pada tataran mazhab
dalam Islam hanya sebatas perbedaan pandangan pada ranah furu’iyyah (cabang) yang dilandaskan oleh perbedaan iklim ilmu
pengetahuan, kondisi lingkungan, cara menafsirkan, dan dorongan perbedaan
kebutuhan pada masing-masing mazhab.
Akar sejarah perbedaan pemikiran dan
sampai sekarang masih dijadikan ide justifikasi toleransi bagi tiap mazhab
adalah ketika adanya perbedaan pendapat di kalangan sahabat dalam menerapkan
ketentuan dari Rasulullah. Ketika kondisi yang terdesak dibenturkan kepada
sifat kepatuhan dan keyakinan kepada Rasulullah sebagai Nabi yang terpercaya.
Hal inilah yang menjadi landasan historis adanya perbedaan dalam tiap mazhab.
Persoalan ini selayakanya kita
sikapi dengan cara yang tepat nan bijakasana. Rasulullah sebagai teladan yang
mulia pun menempatkan perbedaan dalam ranah ini sebagai hal yang wajar terjadi
dan bukan merupakan permasalahan besar ummat Islam. Dimana pintu ijtihad terus
terbuka dan keilmuan serta kondisi lingkungan semakin memengaruhi suatu kebijakan
atau fatwa maka pastilah perbedaan akan terus ada di tubuh ummat Islam.
Kebijaksanaan dalam menyikapi hal
ini dapat kita implementasikan dengan cara saling menghargai dan menghormati, merajut
kembali tali ukhuwwah islamiyyah, serta
menjauhi segala sikap yang mengarah kepada fanatisme
semu yang akan berujung pada sifat penolakan kebenaran dan etnosentrisme
dalam beragama. Mazhab bukanlah agama. Maka tempatkanlah ini pada tempatnya.
Menjadi seorang insan yang robbani
adalah ketika mampu menempatkan persoalan pada tempatnya dan mencari titik
penyelesaian terbaik.
KAMMI sebagai wadah pergerakan
kemahasiswaan di bawah naungan panji Islam bertumpah darah tanah air Indonesia,
dituntut untuk memiliki visi ke depan dalam penyelesaian setiap problematika
yang terjadi di Indonesia khususnya masyarakat muslim Indonesia. Menjadi
perekat dan soluter terbaik yang akan berdiri di tengah menyambung ke atas dan
mengait yang bawah sehingga perpaduan dan keharmonisan dalam kehidupan
akan terus terjaga.
Mazhab sebagai jalan atau metode
dalam memahami Islam pada akhirnya dirasa penting untuk terus menjadi arah
terbaik ummat. Arah terbaik untuk tetap pada koridor yang benar dalam
menerapkan dan memperjuangkan prinsip dakwah. Perbedaan adalah rahmat, maka bukan masanya lagi kita
sekarang mempermasalahkan perbedaan. Sekarang adalah waktunya untuk
bersama-bersama membangun narasi persamaan dalam satu tujuan visi kemenangan
Islam.
Rakhmat
Abril Kholis
Wakil Ketua KAMMI
MedSos UIN Jakarta
Researcher of CIDES
Co-Founder Indonesia Madani
Buat lebih berguna, kongsi: