Reviewed by Rakhmat Abril Kholis[1]
Dalam membicarakan
perihal Timur Tengah, para penstudi hubungan internasional kebanyakan terkurung
dalam sebuah ruang lingkup pembahasan yang panjang terkait dinamika identitas
politik disana. Persis setelah Perang Dunia II hingga sekitar tahun 1970an,
perdebatan antar penstudi politik terfokus pada area naik turunnya gerakan
Pan-Arab, kondisi banyaknya negara yang lemah secara power dalam sebuah
kawasan, bayang-bayang kolonialisme, hingga yang menyangkut kedaulatan, legitimasi
domestik, serta stabilitas politik negara di Timur Tengah.
Akibat peristiwa Perang Teluk (1991) dan beberapa
dekade setelahnya, pengkaji politik internasional disimpulkan pada sebuah
hipotesa singkat bahwa tiap-tiap negara di Timur Tengah memiliki kecenderungan
kepentingan yang seragam. Stephen Walt’s dalam Theory of Alliances yang
merupakan hasil modifikasi dari pemikiran Waltz, menerangkan konsep “balance
of threat” yang menjadi dugaan terbaik dalam menilai pola kawasan Timur
Tengah. Selanjutnya Stephen Walt menegaskan bahwa interaksi yang terjadi antar
negara Arab akan tetap berkutat pada masalah identitas dan politik agama.
Selain Walt, Shibley Telhami menerangkan ada beberapa peristiwa sejarah yang
berpengaruh kuat dalam membentuk pola hubungan kawasan negara Arab antara lain,
perjanjian Camp David, pengaruh ideologi politik dibawah kebijakan Israel,
Amerika, dan Mesir, serta kisruh Arab-Israel yang juga belum usai hingga sekarang.
Banyak
perspektif yang dapat menjadi pisau analisa dalam melihat kondisi kawasan Timur
Tengah secara ideal. Perspektif sistemik dan rasionalis yang menggambarkan
aturan dalam identitas politik dalam kebijakan luar negeri negara Timur Tengah,
relasi antara politik identitas dan politik regional, perspektif konstruktifis
yang berpusat pada adanya elemen normatif dan meterial dalam sebuah struktur
internasional yang akhirnya memengaruhi identitas aktor serta kepentingannya.
Konstruktifis sangat bertumpu pada konstruksi sosial kepentingan negara Arab,
kedaulatan sebagai prinsip utama interaksi antar negara, serta pergeseran
kepentingan negara-negara Arab yang disebabkan oleh bertransformasinya
identitas nasional dari tiap negara Arab. Perspektif ini akhirnya menyimpulkan
bahwa penyebaran identitas mampu menyebabkan konflik maupun kerjasama.
Secara
keseluruhan, karya ini sebenarnya merangkum dua konsep teori yang ditawarkan
oleh dua penstudi polititik internasional. Telhami membangun argumentasinya
lewat teori sistemik dalam hubungan internasional demi menjelaskan pentingnya
pembangunan politik di Timur Tengah. Di lain pihak, Barnett mengambil peran
dalam membangun paradigma konstruktifis demi menjelaskan fitur-fitur pokok
dalam wilayah politik antar negara Arab. Latar karakter sosiologi dan
organisasi kawasan dianggap oleh Barnett telah berkembang kedalam hubungan antara
politik identitas dan kekuatan di area politik kawasan.
Buku ini lebih
lanjut menjelaskan bagaimana bentuk dan transformasi dari bangsa dan identitas
negara yang berpengaruh pada kebijakan luar negeri negara-negara Timur Tengah.
Secara spesifik, karya ini diharapkan mampu menjadi rujukan teoritis dan berkontribusi
secara subtantif dalam memahami konteks kawasan Timur Tengah dalam hubungan
identitas dan kebijakan luar negerinya. Mengkaji secara sistematik tentang
regional, internasional, dan tekanan domestik yang terjadi di Timur Tengah.
Buku yang
berjudul “Identity and Foreign Policy in the Middle East” ini secara
keseluruhan terdiri dari delapan bagian yang tiap bagiannya merupakan buah
karya dari beberapa peneliti/penstudi politik dan hubungan internasional.
Bagian pertama sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, penulis memberikan
gambaran umum terkait identitas dan pengaruhnya dalam mengahasilkan kebijakan
luar negeri tiap negara di kawasan Timur Tengah. Adanya perbedaan dan persamaan
identitas apakah nantinya akan berpengaruh secara determinan terhadap pola
hubungan antar negara di kawasan ini. Pada bagian kedua, akan dipaparkan contoh
yang lebih spesifik bagaimana bentuk identitas dan kepentingan kerajaan
Jordania (March Lynch). Bagian selanjutnya akan ada penjelasan oleh Michael
Barnett tentang identitas negara Israel dan proses perdamaian yang terus
diupayakan hingga kini. Hingga pada bab-bab berikutnya, buku ini menyajikan
secara konkret realitas yang terjadi di beberapa negara sentral di kawasan
Timur Tengah seperti kebijakan luar negeri Iran (Suzanne Maloney), pendefinisian
ulang identitas polugri Iraq (Adeed Dawisha), evolusi identittas politik di
Suriah (Vahya Sadowski), dan identitas serta kebijakan luar negeri Mesir
(Ibrahaim A. Karawan). Semua tergambar dalam kerangka basis teoritikal yang
baik dan mampu menjawab banyak pertanyaan serta anggapan lama tentang situasi
sebenarnya di kawasan Timur Tengah.
Buat lebih berguna, kongsi: