oleh Rakhmat Abril Kholis[1]
“Bebanmu akan berat, jiwamu harus kuat. Tetapi aku percaya langkahmu akan jaya. Kuatkan pribadimu!” –Buya Hamka[2]
Melalui tulisan sederhana ini saya sampaikan kecintaan yang mendalam kepada
kalian semua, para kader Muslim Negarawan yang tetap teguh diatas begitu
peliknya dinamika perjuangan dalam kesatuan ini. Kecintaan yang sama juga
teriring tulus untuk organisasi kita bersama. Organisasi yang sedikit banyak
telah memberi sebuah paradigma baru tentang kemajuan berpikir para mahasiswa
untuk lingkungannya, negaranya, dan terlebih agamanya. Organisasi yang mampu menciptakan
rahim-rahim manusia baru, sebagaimana visi ketuhanan yang tertuang dalam
firmanNya. ‘Khalifatu fil ardh’.
“Perlukah Mencintai KAMMI?”
Frasa ini bukanlah bagian dari dukungan terhadap doktrinasi ideologi organisasi
secara umum yang menuntut loyalitas tertinggi dari seorang anggota (kader)
kepada organisasinya. Bukan juga penggiringan kepada otokritik lemahnya
pengabdian anggota (kader) kepada organisasinya. Namun lebih kepada niat yang
lurus untuk mengkaji, apakah benar kita harus mencintai kesatuan ini.
Ketika membicarakan frasa ‘cinta’, maka ada dua elemen paling penting
yang akan terus saling berkaitan dan
saling memberikan pengaruh. Dua elemen tersebut adalah subjek yang mencintai
dan objek yang dicintai. Seperti halnya konsep penciptaan, ada yang menjadi
aktor pencipta (Khaliq) dan adapula
aktor yang dicipta (makhluq),
kecintaan juga pasti menimbulkan sebuah konsekuensi-konsekuensi logis yang mau
tidak mau atau suka tidak suka menjadi hukum alam yang harus diimplementasikan.
Jika kita buka kembali bacaan-bacaan selama proses pembinaan di jamaah tarbiyah ini, maka pasti terpintas
di dalam ingatan kita bagian dari kajian ma’rifatullah
tentang konsep mahabbah. Kecintaan
menuntut pelakunya untuk mengetahui secara kaffah,
rela, pasrah/berserah diri, hingga timbul rasa loyal dan ‘takut’ jika
ditinggalkan. Kecintaan jugalah yang menjadi sebab kebanggaan atas identitas
dan keinginan untuk tetap bertahan dalam suatu kerangka ideologis tertentu.
Rasa cinta kepada organisasi terutama organisasi yang berlatarbelakang
gerakan kemahasiswaan berbasis dakwah Islam hendaknya dibangun atas basis
pemahaman yang kuat sehingga kecintaan tersebut mampu muncul secara alamiah dan
mengakar dalam tubuh kader-kadernya. Basis pemahaman tersebut antara lain:
1.
Memahami
secara Komprehensif Visi Perjuangan Organisasi
KAMMI sebagai anak kandung dakwah yang akan terus mengorbit bersama
dakwah pastilah memiliki visi perjuangan yang tertuang secara formil melalui
konstitusi-konstitusi yang disepakati di dalamnya. Visi perjuangan organisasi
inilah yang akan menjadi pondasi awal bagaimana seorang kader mampu PAHAM atas
apa yang dia lakukan dan ikhtiarkan dalam kesatuannya. Bukan malah bersikap taqlid (mengikuti tanpa landasan) hingga
acuh tak acuh terhadap arah gerak organisasinya. KAMMI dengan berbagai
teks-teks ideologis berupa Kredo Gerakan, Manhaj Pengkaderan, Falsafah
Perjuangan, hingga AD/ART serta Rencana Strategis/Panduan Kerja Organisasi merupakan
visi perjuangan organisasi yang akan menjadi pemantik munculnya api kecintaan
seorang kader kepada organisasinya.
2.
Memahami
secara Luhur tentang Relasi antara Qiyadah
dan Jundiyyah
Sebuah fakta yang tak mungkin dielakkan lagi oleh para pemangku dakwah
(aktivis dakwah) jamaah tarbiyah tentang fenomena surutnya gairah dakwah para
kader hingga berlanjut pada gugurnya anggota di jalan dakwah (futur) adalah disebabkan lemahnya relasi
antara pemimpin (qiyadah) dan anggota
(jundiyyah). Lemahnya relasi akibat
dari kurangnya intensitas komunikasi, sedikitnya saran/nasihat/ataupun kritik
yang berkembang dalam jamaah, dan juga rasa saling tidak percaya antar sesama.
Menumbuhkan rasa kecintaan yang mendalam terhadap organisasi (KAMMI) salah satu
caranya adalah dengan menumbuhkan hubungan yang harmonis antara pemimpin dan yang
dipimpin. Relasi yang dibangun atas prinsip kekeluargaan, bukan instruksional
atau berbasis komando. Karena gerakan dakwah pergerakan serupa KAMMI ini akan
terasa sangat lemah tanpa adanaya ikatan yang kuat dan mengikat antara pemimpin
dan para kadernya.
3.
Memahami
Pentingnya Mengambil Peran dalam Perbaikan Lingkungan, Negara, dan Keummatan
Inilah yang menjadi argumentasi paling kuat mengapa
kita perlu mencintai kesatuan yang kita naungi ini. Berkecimpung di KAMMI bukan
halnya sama dengan berkecimpung dalam sebuah kelompok dakwah yang hanya
berorientasi pada perbaikan kepribadian secara personalia lewat dauroh-dauroh
dan training semata. KAMMI sebagai gerakan sosial independen yang bertauhid
seyogyanya memahami nalar juang yang mendasar di dalam tubuhnya, yakni menjadi
promotor kebaikan dalam masyarakat, berbangsa, dan beragama. Dengan memahami
cita-cita luhur ini secara mendalam, seorang kader pasti akan mendapatkan gaya
berorganisasinya sendiri (identifikasi keahlian) yang nantinya dapat
dikembangkan lewat interaksi di KAMMI. Pemahaman yang baik terkait peranan
sentral seorang pemuda tadi ditambah dengan bangunan karakter personalia
(kompetensi) keanggotaan yang kuat akan menambah semangat juang dalam
pergerakan. Semangat juang yang terbangun inilah nanti yang akan bisa menjawab apakah penting mencintai organisasi seperti
KAMMI.
4.
Memahami
bahwa Mencintai KAMMI itu Perlu Kesederhanaan
Banyak penyair yang mengatakan mencintailah
dengan sederhana. Memang benar, sikap sederhana akan memupuk karakter
manusia sehingga menjauhi dominansi emosional yang ada pada dirinya. Terkadang
banyak kader berguguran karena terlalu militan berjuang, terlalu militan
mencintai organisasinya, atau karena terlalu membawa perasaan dalam berjuang
dan membawa perasan dalam mencintai organisasinya. Sehingga militansi dan
kecintaannya hanya berujung kepada sikap benar atau salah. Sulit untuk membuka
ruang untuk berdinamika dengan keadaan. Berlakulah sederhana, maka akan timbul
ketulusan dalam bersikap, keikhlasan dalam berjuang, dan rasa pengorbanan yang
melebihi peluang kekecewaan. Sederhana dalam mencintai KAMMI mampu
diimplementasikan dengan menjalankan pengabdian amanah secara totalitas,
mengambil peran dan juga membagi peran.
Melalui empat basis pemahaman di atas, maka kesimpulan mengenai perlu
atau tidaknya mencintai KAMMI sebagai wadah pergerakan dakwah ekstraparlementer
rasanya akan relevan terjawab oleh para manusia yang bersentuhan di dalamnya.
Apakah dia telah bersungguh memahami organisasi yang ia naungi atau malah bersantai
mengikuti derasnya air mengalir saja. Wallaahua’lam.
[1]Penulis
merupakan Ketua Bidang Pengembangan Organisasi dan Komisariat (POK) KAMMI
Daerah Tangerang Selatan. Disampaikan dalam agenda Madrasah KAMMI (MK) Klasikal
KAMMI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jumat, 10 Juni 2016/5 Ramadan 1437 H.
[2]Buya
Hamka, Pribadi Hebat (Jakarta: Gema
Insani Press, 2014), xii.
Buat lebih berguna, kongsi: