Negara, Agama, dan Warga Negara



Unsur yang takkan terpisahkan dalam terbentuknya sebuah negara ialah adanya komunitas yang disebut sebagai kesatuan yang besar yakni warga negara serta kepercayaan yang dianut secara universal ataupun kelompok yang dikenal dengan agama. Ketiga unsur yakni negara, agama, dan warga negara ini menjadi sebuah kesatuan yang tak mungkin dipisahkan satu diantaranya. Layaknya tiga unsur air, tanah, dan udara yang terlahir sebagai sumber tumbuhnya kehidupan di dunia.
Negara sebagai organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kekuasaan, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Pertanyaannya disini apakah negara yang hanya berunsur wilayah, pemerintah, dan rakyat bisa dilegalkan menjadi sebuah negara? de facto and de jure atau konstitutif dan deklaratif adalah acuannya. Kategori de jure atau juga deklaratif inilah yang membuat negara itu berdaulat karena adanya keabsahan dari negara lain lewat legitimasi yang diberikan organisasi internasional dalam hal ini PBB dalam keputusan internasionalnya. 

            Sebagai organisasi tertinggi, sebuah negara muncul dengan tujuan untuk memperluas kekuasaan, menyelenggarakan ketertiban umum, dan mencapai kesejahteraan umum. Dalam konteks ini ada beberapa pendapat mengenai tujuan negara sebenarnya. Plato sebagai seorang filsuf Yunani kuno mengatakan bahwa negara sebagai unsur untuk memajukan kesusilaan manusia. Lain halnya Thomas Hobbes, Rosseau, dan Locke yang memandang negara sebagai strong power yaitu kekuasaan tertinggi. Tokoh Islam seperti Ibnu Arabi mendefinisikan negara sebagai unsur untuk nmenjalankan kehidupan yang baikdan jauh dari intervensi pihak asing.
Negara terlahir dari sebuah kesepakatan dan legitimasi yang diberikan warga negaranya untuk menunjuk suatu pemegang kekuasaan sehingga bisa mengatur secara komprehensif seluruh tatanan kehidupan internnya. Legitimasi ini diberikan rakyat seutuhnya berdasarkan sistem pemerintahan yang dianut masing-masing negara. Negara yang demokratis, suara terbanyak maka itulah yang dapat meligitimasikan haknya untuk mempercayai suatu pemegang kekuasaan. Beda halnya dengan negara sistem monarki yang menentukan state holdernya dengan cara turun-temurun dan lain sebagainya.
Melirik kaitan antara negara dan agama,  terdapat tiga paradigma. Pertama bahwa agama sebagai paradigma integralistik, yaitu konsep agama dan negara merupakan satu yang tak dapat dipisahkan. Paradigma yang kedua yaitu simbiotik dengan pernyataan bahwa antara agama dan negara posisinya saling membutuhkan dan bersifat timbal balik (simbiosis mutualita). Paradigma yang  ketiga yaitu sekularistik dengan menyatakan adanya pemisahan antara agama dan negara. Ketiga paradigama ini sebenarnya hanyalah teori yang dikemukakakan para ahli mengenai keterkaitan agama dan negara dan tidak secara penuh benar adanya.
Sebuah negara harusnya memosisikan diri sebagai aparatur negara yang berdaulat tinggi. Aparatur negara yang mampu mengikat, memaksa, dan memberlakukan untuk semua. Aparatur negara yang mempunyai integritas tinggi untuk kesatuan unsur di dalamnya. Menjadi pembuat sekaligus pemutus segala aspek yang ada dimasyarakat. Mandat yang telah diberikan oleh rakyat merupakan penjamin dan penegas adanya keharusan terciptnya kemaslahatan antar masyarakat.
Indonesia dalam kaitannya dengan hal ini menjadi penting untuk diperhatikan. Sudahkah negara kita bersifat sebagai negara yang berdaulat dengan segala fungsinya tadi? Jawabannnya pasti hanya ada pada diri kita sebagai rakyat pemberi keabsahan wewenang negara. Maka, selayaknya kita aktif untuk menciptakan sebuah kondisi terbaik bagi negeri ini. Menjadikan negaraIndonesia sebagai kesatuan yang madani dengan integritas tinggi.
      Rakhmat Abril Kholis-IR                                                                      
Buat lebih berguna, kongsi:
close
CLOSE [X]