“Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi, dan Masyarakat Madani” Kesatuan Prinsip Integralis sebagai Perwujudan Cita-Cita Reformis


      Merelevansikan dan menyinkronisasikan antara Pancasila dan aspek pengaktualisasiannya, demokrasi, HAM, serta Masyarakat Madani, maka dapat dianalogikan seperti sebuah kesatuan makhluk hidup dalam lingkup kawasan  simbiosis mutualisme yang menghasilkan adanya sikap saling membutuhkan tanpa ada yang dirugikan. Keempat unsur dalam perspektif kewarganegaraan ini menjadi suatu kajian teoritis dan aplikatif yang adanya harus ditopang dengan latar kekuatan unsur lainnya (force background). Pancasila sebagai dasar fundamental dari falsafah negeri ini ditempatkan sebagai tonggak yang melindungi dan mengawasi terbentuk dan stabilnya aktualisasi dari demokrasi, hak asasi, dan terciptanya masyarakat yang madani.
     Menelisik ke sisi lain, munculnya era reformasi pada 1998 sebenarnya memberikan harapan baru bagi seluruh aspek kemajuan Indonesia. Memberikan harapan baru bagi sikap pengaktualisasian Pancasila sebagai landasan dasar negara. Memberikan hal baru bagi kemajuan sikap paham akan konstitusi, demokrasi, dan penerapan hak asasi yang berlandaskan pada nilai-nilai sosial yang aktif dan reaktif. Mencermati hal ini, revitalisasi dan substansilisasi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi diharuskan untuk  berjalan dengan baik dan dapat saling terkait serta terjadi menyeluruh di negeri ini.         

                      
      Aktualisasi selayaknya ditempatkan pada posisi utama melihat dinamika masyarakat yang  kian cepat, perilaku penyimpangan paham demokrasi yang kian gesit, hak asasi manusia yang dipandang sempit, serta masyarakat madani yang selalu morat-marit. Pancasila  melahirkan jiwa-jiwa yang kritis dan demokratis. Menjadikan Pancasila sebagai substansi fundamentalis yang bersifat yuridis, mampu menjawab segala bentuk perbedaan yang mendasar yang saat ini masih terjadi.
          Seperti diketahui, masalah hak asasi manusia serta perlindungan terhadapnya merupakan bagian penting dari aktualisasi Pancasila dan demokrasi serta penting untuk terwujudnya masyarakat yang madani. Dengan meluasnya konsep dalam konteks globalisasi dewasa ini, masalah hak asasi manusia menjadi isu yang hangat dibicarakan  di hampir semua belahan dunia. Sebenarnya sudah dari dulu masalah ini dikenal di kawasan dunia, tetapi yang paling banyak sumber tertulisnya—dengan demikian lebih terkenal—ialah negara-negara Barat. HAM itu sendiri berdiri karena adanya pemahaman akan nilai-nilai kebebasan berpendapat dan berekspresi yang termaktub di dalam Pancasila dan nilai-nilai demokrasi. Hak asasi yang ditekankan dalam nilai-nilai tersebut ialah hak yang dibatasi dengan kebebasan orang lain, adanya batasan konstitusi, dan sesuai dengan kultural serta cita-cita kemajuan bangsa.
       Pengaktualisasian Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara yang sangat kurang kini dilatarbelakangi oleh lunturnya toleransi dan pengaplikasian nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia lewat prinsip toleran dan saling menghargai  pada diri masyarakat. Hal ini lah yang menjadi salah satu alasan adanya keterkaitan besar antara sejumlah elemen nilai di atas. Hanya teori-teori berbentuk retorika dan wacana yang kian hari kian menjadi kebiasaan di masyarakat umumnya. Perlu tindakan realistis dan efektif antar kalangan untuk mengondisikan persepsi dan tujuan nasional ini.
    Aktualisasi Pancasila seharusnya dilaksanakan secara bertahap, dengan pengawalan pengenalan ide-ide Pancasila, pemahaman hak asasi manusia, semangat perwujudan masyarakat madani,  pembudayaan Pancasila dan demokrasi, hingga sampai dengan tataran praksis yang mengedepankan aspek-aspek implementasi nilai Pancasila itu sendiri. Tahapan ini hendaknya dikaji dan dilakukan secara empiris dan sistematis sehingga pemahaman dan implikasi terhadap filosofi Pancasila dan tiga elemen yang lain sehingga dapat termaktub di dalam diri kita masing-masing.
      Pancasila dan semangat untuk mewujudkan masyarakat madani lahir dengan sejarah historis yang luar biasa. Lahir akibat dari kesepakatan bersama demi terciptanya negara Indonesia yang berdaulat. Lewat para tokoh-tokoh perjuangan nasional yang mengerahkan jiwa raganya hanya karena bangsa ini, mengungkapkan seluruh kajian teorinya, pandangan ke depan, dan visi yang jelas negeri ini dibangun sedemikian rupa. Tak mudah untuk bisa menyatukan pemikiran dan idealis dari seluruh kepala manusia di negeri ini. Pelajaran yang mestinya diambil bahwa negeri ini telah mampu menghadirkan sejarah sikap toleran dan kesabaran yang tinggi lewat tenggang rasa dengan tidak memaksakan idealisme demi kepentingan individu maupun komunal saja.
         Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang diwarnai atau dijiwai oleh Pancasila, bahkan salah satu sila dari Pancasila, yaitu sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”, merupakan perumusan yang singkat dari demokrasi Pancasila yang dimaksud.[1] Pemahaman ini seharusnya ditanam dengan baik pada diri seluruh masyarakat negeri dalam penyatuan prinsip dari nilai demokrasi dan aktualisasi Pancasila.
      Demokrasi Pancasila berarti demokrasi, kedaulatan Rakyat yang dijiwai dan disintegrasikan dengan sila-sila lainnya. Hal ini berarti dalam menggunakan hak-hak demokrasi haruslah selalu disertai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan yang Maha Esa menurut keyakinan agama masing-masing, haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesusatu dengan martabat dan harkat manusia, haruslah menjamin dan mempersatukan bangsa, dan harys dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan sosial. Demokrasi Pancasila berpangkal tolak dari paham kekeluargaan dan gotong-royong.[2]
     Kondisi objek negeri besar yang bernama Indonesia ini sesungguhnya amat rentan. Memang, Indonesia adalah negara besar, berbeda dengan negara lain yang mana pun. Ini perlu diecamkan, bukan untuk menggalang chauvinistim tetapi justru untuk membangun kesadaran bertanggung jawab yang rendah hati bagi seluruh rakyatnya.
        Artinya, sewaktu-waktu masalah bisa muncul, bahkan meletup, dalam besaran yang tak terduga, yang mengancam persatuan-kesatuan bangsa. Sekalipun permasalahan elementer itu begitu besarnya, sejarah telah membuktikan bangsa ini mampu mengatasinya dengan tangan sendiri. Membanggakan tetapi syarat masalah paradoksal. Betapa tidak, kita mengembangkan semangat integralistik dan sepakat membangun bangsa dalam  negara kesatuan, tetapi yang kita miliki justru semangat primordial, yang punya potensi disintegratif.
         Pancasila, sebagai ideologi terbuka yang memungkinkan tumbuhnya nilai-nilai baru yang dibawa oleh zaman, harus terus menerus diselenggarakan dan dihidup-hidupkan, agar Pancasila tetap mampu menjadi a living ideology dalam menjawab tantangan masa depan.[3] Terselenggaranya Pancasila harus layaknya didukung dengan penerapan rasa demokrasi yang mapan dan pengahargaan akan hak asasi manusia yang mantap sehingga perwujudan masyarakat yang diimpikan akan tercapai. Mengukuhkan nilai Pancasila sebagai dasar dan filosofi yang membumi  yang membangun karakter masyarakat madani sangat diperlukan sekarang.
           Untuk bangsa yang majemuk seperti kita, semangat persatuan-kesatuan yang bersumber pada Pancasila dan implementasi demokrasi, juga menentang praktik-praktik yang mengarah pada dominasi dan diskriminasi sosial, baik karena alasan perbedaan suku, asal-usul mapun agama. Oleh sebab itu, dengan jiwa persatuan-kesatuan itu pula bangsa ini akan dijauhkan dari perilaku membakar, menjarah, menganiaya, memperkosa, dan tindak anarkis lain.[4] Perilaku yang sangat bertentangan dengan paham hak asasi manusia.
            Prinsip demokrasi hanya mungkin hidup dan berkembang secara mantap dalam sebuah masyarakat sipil yang terbuka (open civil society). Di sini setiap warganya mempunyai toleransi terhadap perbedaan-perbedaan karena adanya kesetaraan derajat kemanusiaan dan saling menghormati, diatur oleh hukum yang adil dan beradab sehingga mendorong kemajuan dan menjamin kesejahteraan hidup seluruh warga.[5]    
            Semangat untuk tetap bersatu juga berakar pada azas kedaulatan yang berada di tangan rakyat (demokrasi), serta menentang segala bentuk feodalisme, totaliter, dan kediktatoran oleh mayoritas maupun minoritas. Itu semua adalah keterkaitan langsung dan riil dari semangat persatuan-kesatuan bangsa dengan ideologi nasional Pancasila. Semangat yang seperti itulah yang harus kita hayati dan yakini agar mampu menjawab tantangan-tantangan yang berubah cepat dalam waktu dekat dan di waktu-waktu yang akan datang.[6]
            Elemen masyarakat sipil/madani yang merupakan arena bebas dominasi dan hegemoni mampu menjadi penyeimbang (counterbalancing), daya kritik (counterveiling) dan mitra negara dalam merumuskan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Mereka berperan sebagai katalisator perubahan tatkala negara mandek dalam mengurus rakyatnya. Tentu saja, yang diharapkan adalah sosok masyrakat sipil yang mampu berpegang teguh pada nilai dan gagasan idealnya. Mereka yang mampu menggabungkan karakter konformis, reformis, dan transformatif yang mengawal kekuasaan agar selalu berdiri pada jalur idealnya sembari mengawal kesadaran rakyat agar tetap bersikap mandiri dan dewasa dalam bersikap. Arena masyarakat madani/sipil adalah arena demokratis, karena pola pikir dan idealismenya bersumber dari kebutuhan rakyat.[7] Dari sinilah, adanya ketergantungan antara perwujudan masyarakat madani dengan nilai demokrasi yang ditanam pada masyarakat.
            Di dalam perihal perwujudan masyarakat madani, salah satu aspek kategori terpenting ialah demokratisasi. Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain.[8] Selain itu adanya keadilan sosial, rasa toleransi, dan adanya ruang publik yang bebas yang tercermin dari aspek-aspek Pancasila dan keharusan pengahargaan akan hak asasi manusia.
        Masyarakat madani adalah masyarakat yang sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia. Masyarakat madani adalah masyarakat bermoral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan stabilitas masyarakat, dimana masyarakat memiliki motivasi dan inisiatif individual. Paradigma membangun masyarakat madani adalah sebagai basis utama pembangunan demokrasi dan aktualisasi Pancasila. Pengembangan demokrasi dan masyarakat madani selayaknya tidak hanya bergantung pada salah satu pandangan. Sebaliknya,untuk mewujudkan masyarakat madani yang seimbang dengan kekuatan negara dibutuhkan gabungan strategi dan paradigma nilai yang sesuai dengan arah cita-cita Pancasila.
Setidaknya tiga paradigma ini dapat dijadikan acuan dalam pengembangan demokrasi untuk masyarakat madani:
        1.      Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas                   menengah untuk berkembang menjadi  keompok masyarakat madani  yang mandiri secara politik.
        2.      Mereformasi sistem poltik demokratis melalui pemberdayaan lembaga lembaga             demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip prinsip demokrasi.
      3.      Penyelenggaraan pendidikan politik atau pendidikan demokrasi bagi warga negara secara keseluruhan[9]                       
          Dari keseluruhan penjabaran mengenai aspek integralistik, relevansi, dan sinkronisasi antara Pancasila dan aktualisasinya, demokrasi, hak asasi manusia, serta cita-cita perwujudan masyarakat madani, dapat diambil suatu benang merah atau ditarik sebuah kesimpulan yang luar biasa bahwasanya Indonesia sebagai bangsa yang besar dengan kekuatan sumber daya yang tak ternilai harganya menjadi penting untuk dapat commit dan tegas untuk memberadakan serta menyiapkan diri dalam penerapan seluruh elemen-elemen penunjang terwujudnya cita-cita bangsa.
           Keseluruhan elemen prinsip dengan unsur yang tak mungkin terpisahkan serta adanya adalah sebagai pelengkap dan pendukung  berputarnya keseluruhan roda sebagai penggerak negara dalam menatap dunia. Elemen-elemen dengan Pancasila sebagai mesinnya, demokrasi dan hak asasi manusia dimaknai rodany, serta yang terakhir masyarakat madani sebagai tatapan tujuan cita-cita bangsa. Pancasila, demokrasi, hak asasi, dan masyarakat madani, kesatuan prinsip integralis sebagai perwujudan cita-cita reformis.


[1] S. Pamudji, Demokrasi, Pancasila, dan Ketahanan Nasional Suatu Analisa di Bidang Politik dan Pemerintahan, (Jakarta: Bina Aksara, 1985), hlm. 7.
[2] Ibid.,hlm. 7-8,  dalam Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto, tanggal 16 Agustus 1967, termuat dalam buku: Pandangan Presiden Soeharto tentang Pancasila, Yayasan Proklamasi, C.S.I.S., Jakarta, 1967. P. 59
[3] Sultan Hamengkubuwono X, Merajut Kembali Keindonesiaan Kita, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm.92.
[4] Ibid., hlm. 93.
[5] Ibid., hlm. 17.
[6] Ibid., 93-94.
[7] Fahri Hamzah, Negara, Pasar, dan Rakyat Pencarian Makna, Relevansi, dan Tujuan, (Jakarta: Yayasan Faham Indonesia, 2011), hlm. 574-575.
[8] Mardha Afifah, Masyarakat Madani, (sabtu, 28 april 2012) dalam blog pribadinya, dengan sumber pustaka dari: Hidayat,Komarudin.2008.Pendidikan Kewargaan Demokrasi HAM dan Masyarakat Madani.Jakarta:ICCE UIN Syarif Hidayatullah dan Ubaedillah, A dkk.2000.Pendidikan dan Kewargaan Demokrasi,HAM dan Masyarakat Madani.Jakarta:IAIN Jakarta Press, hlm. 2.  
  
[9] Ibid., hlm.3-4.
Buat lebih berguna, kongsi:
close
CLOSE [X]