"Kabar Tunda Mereka Senang, Aku Malah Biasa"

By: Rakhmat Abril Kholis 
     
     Tak ku ketahui hingga kini bagaimana bisa kehidupanku seperti ini. 'Nokturnal' bahkan lebih dari itu. Tak seperti manusia pada umumnya'. Manusia yang duduk, simak, pulang, tidur, pergi, duduk, simak, pulang, tidur, pergi, dan seterusnya. Bahkan ada pula yang menambahnya dengan main, jalan, nonton, makan, dan sebagainya. Ntah mengapa dari  mulanya aku bukanlah 'manusia seperti umumnya'.

     Rasa ini semakin kentara ketika jasad duduk di atas mahligai pengetahuan yang kusebut dengan istilah 'kampus'. Dulunya hanya lebih dari 'nokturnal', sekarang rasanya aku adalah makhluk yang sangat radikal. Radikal terhadap 'waktu'.

      Ya, itulah yang kan kuceritakan padamu malam ini. Selepas menahan lelah tak terkira dari rutinitas baru yang kunikmati keberadaannya. Tulisan ini kuukir sembari mengingat senyuman lepas dari dia yang tadi dipertemukan dengan ku, dengan mu, dan bersama kita semua di tempat 'suci' itu.

     Akhir-akhir ini aku sering merenungi siroh nabawiyah maupun sahabat rasul dahulu. Ku nilai merekalah orang yang paling sibuk di dunia. Dakwah, perang, keluarga, dagang, menghapal, mengais ilmu, membebaskan negeri, menjaring kader, dan lebih dari itu. Mereka seperi singa di malam hari dan rahib jika malam menghampiri. Tak ada kenal lelah ataupun istirahat sejenak tuk berhenti meninggalkan aktivitas. Sekali lagi, aku yakin merekalah orang yang 'tersibuk' sampai dengan saat ini.

     Sekarang pikirku beralih pada diri. 24 jam dalam satu hari. Sudah berapa yang kugunakan tuk diri, keluarga, teman, masyarakat, agama, bahkan negara ini? Sulit kujawab, karena masih jauh dari ideal.

    "Kabar Tunda Mereka Senang, Aku Malah Biasa". Berawal dari sebuah sms yang masuk ke HP sekitaran pukul 20.00 tadi. Ketika aku dan rekan sebayaku sedang asiknya membimbing putra-putri bangsa. Secara umum bunyi short message itu seperti ini: "Karena... maka ujian akan saya tunda".

     Sontak bahagiakah? Ternyata tidak. Aku malah biasa. Karena kupikir waktu tunda malah membuka peluang zhalim yang kan ku lakukan kepada adik-adikku, rekan organisasi, dan bahkan banyak lagi. Waktu ini harus dibagi. Short message pukul 20.00 an tadi memersilakanku tuk berpikir dua hal. Menyerah atau malah terbunuh.

     Ya, semua karena waktu. Telah Tuhan ciptakan 'makhluk' ini begitu cantik tuk manusia. Maka sangat naif rasanya jika kita yang tak begitu sibuknya menggarisi waktu sebagai tameng tuk jadikan kebutuhan kelompok (baca: jama'ah) jauh di bawah kemalasan pribadi.

      Aku menulis ini benar atas keresahan dan curhatan hati. Aku takut kemunafikan mendominasi tiap bisikan di hati ini. Aku takut kemunafikan mampu keluar hingga ke lisan. Dan akhirnya menyakiti hati. Semua kemunafikan yang didasarkan atas rasa kemalasan atau 'klaim' sibuk tiada tergantikan.

      Allah maafkan aku jika lancang bicara. 'Kabar tunda' tadi inilah yang membuatkan bermuhasabah betapa pentingnya waktu. Masih banyak area yang membutuhkan kerja-kerja keras kita sebagai makhluk yang katanya khalifah di muka bumi. Negeri yang bobrok. Pemimpin yang zhalim. Masyarakat yang buta ilmu. Pemuda yang jauh akan Tuhannya dan lain sebagainya. Butuh obat hingga penyakit-penyakit ini hilang tiada terlihat.

      Tulisan ini kuakhiri dengan sebuah kalimat rinduku kepada rekan seperjuangan yang kutemukan di jalan. "Aku tahu engkau beda dari yang kebanyakan. Engkau memang di dalamnya, tapi tak kau jadikan alasan tuk mengurungmu mendatangi luarnya. Cintaku padamu semakin menguat kala tatapan hening itu kita ikat"

Ciputat, 18 April 2014
23.13 WIB

Buat lebih berguna, kongsi:
close
CLOSE [X]