Hubungan Bilateral antara Indonesia dan Mesir




Hubungan Bilateral antara Indonesia dan Mesir
                                
                                                   oleh Rakhmat Abril Kholis[1]

A.  Latar Belakang dan Sejarah Hubungan Bilateral antara Indonesia dan Mesir

Hubungan bilateral antara Indonesia dan Mesir terbilang cukup harmonis terhitung dari masa awal kemerdekaan Indonesia hingga kini. Mesir merupakan negara pertama yang memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan Republik Indonesia (1945)[2] pada 18 November 1946. Kurang dari setahun kemudian, tepatnya pada 10 Juni 1947, secara resmi kedua negara membuka hubungan diplomatik melalui penandatanganan Perjanjian Persahabatan (Treaty of Friendship and Cordiality), yang kemudian dilanjutkan dengan pembukaan perwakilan RI di Cairo pada 1949.

Sejak menjalin hubungan diplomatik, kedua negara senantiasa menjaga hubungan yang baik dan erat. Hubungan tersebut ditandai antara lain dengan intensitas kunjungan pejabat antar kedua negara, kesamaan pandangan dalam berbagai isu internasional dan regional yang menjadi perhatian bersama, dan koordinasi serta saling dukung dalam pencalonan masing-masing di berbagai organisasi dan forum internasional.[3]

Pada mulanya, hubungan antara Indonesia (Hindia Belanda) dengan Mesir sudah terjalin sejak abad ke-19 dimana mahasiswa Hindia Belanda datang ke Mesir untuk menuntut ilmu khususnya ilmu agama Islam di Universitas Al-Azhar. Hubungan itu semakin terbuka ketika mahasiswa Hindia Belanda, Syekh Ismail Muhammad Al-Jawi membuka Riwaq Jawi (asrama Jawa) di Universitas Al-Azhar.

Hubungan resmi antara Hindia Belanda dan Mesir baru dimulai terjalin pada tanggal 14 September 1923 ketika Pemerintah Mesir mengeluarkan surat izin No. 323 yang membolehkan mahasiswa Hindia Belanda mendirikan sebuah perhimpunan yang bergerak di bidang sosial maupun politik. Sebelum masa kemerdekaan Indonesia, para mahasiswa telah melakukan aksi propaganda tentang kemerdekaan Indonesia melalui lisan, tulisan dan seminar-seminar. Keinginan para mahasiswa untuk merdeka dari belenggu penjajah ini disambut baik oleh Raja Mesir kala itu, Raja Faruq. Raja Faruq memberikan dukungan sepenuhnya terhadap kemerdekaan Indonesia, terutama karena masyarakat Indonesia berpenduduk mayoritas Muslim.[4]

Hubungan diplomatik Indonesia – Mesir sendiri dimulai pada tanggal 10 Juni 1947 setelah ditandatanganinya perjanjian persahabatan antara Menteri Luar Negeri Indonesia, H. Agus Salim dan Perdana Menteri Mesir, Mr. Fahmy El Nouikrasyi. Dua bulan kemudian berdiri Kantor Perwakilan Indonesia di Mesir dengan HM Rasyidi sebagai kuasa usaha. Pada tanggal 25 Februari 1950 kantor itu ditingkatkan menjadi Kedutaan Besar Republik Indonesia dengan HM Rasyidi sebagai duta besar pertama. Sampai sekarang Pemerintah Indonesia telah menempatkan 18 duta besar luar biasa dan berkuasa penuh di Mesir.[5]

B.  Hubungan Bilateral Bidang Politik

Keikutsertaan Bersama dalam Organisasi Internasional

Egypt and Indonesia participated in establishing the Non-Alliance Movement and the Organization of the Islamic Conference, in which both countries played a pivotal role,
in addition to their common interest in promoting the South-South dialogue
and cooperation in G77, G15 and G8.[6]
Saling Kunjung-Mengunjungi
Dalam hal pertukaran kunjungan antarpejabat, seluruh Presiden Indonesia, kecuali B.J. Habibie, pernah melakukan kunjungan kenegaraan atau kunjungan kerja ke Mesir. Sepanjang 2009, terdapat sejumlah pejabat tinggi Indonesia yang berkunjung ke Mesir, antara lain Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud M.D.; Utusan Khusus Presiden RI, Sofyan Djalil; Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Abu Rizal Bakrie; Kepala Badan Standardisasi Nasional, Dr. Bambang Setiadi; Menlu RI, N. Hassan Wirajuda; Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah, Dr. Alwi Shihab; dan Wakil Menteri Perhubungan/Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian, Bambang Susantono.
Sementara itu, Presiden Hosni Mubarak terakhir kali berkunjung ke Indonesia pada tahun 1983. Adapun pejabat tinggi Mesir yang pernah berkunjung ke Indonesia antara lain Menteri Luar Negeri Mesir, Ahmed Aboul Gheit, dalam rangka menghadiri KTT Asia-Afrika dan peringatan Golden Jubilee KAA di Jakarta dan Bandung pada April 2005; dan Menteri Kerja Sama Internasional, Faiza Aboul Naga, dalam rangka Pertemuan Puncak D-8 di Bali pada Mei 2006 dan Sidang Komisi Bersama (SKB) V Indonesia-Mesir di Jakarta pada tahun 2007. Sedangkan pada tahun 2009, pejabat tinggi Mesir yang berkunjung ke Indonesia adalah Asisten Menteri Luar Negeri Urusan Asia, Muhamed el-Zorkany, dalam rangkaian lawatan­nya ke beberapa negara Asia guna mendorong peningkatan hubungan Mesir dengan negara-negara di kawasan ini. Agenda saling mengunjungi ini terus dilakukan antar kedua negara, terlihat dari kunjungan Presiden Mesir ke Presiden Jokowi tahun lalu di Jakarta.


Forum Konsultasi Bilateral
Untuk memperkuat hubungan di berbagai bidang, kedua negara telah menyepakati pembentukan Forum Konsultasi Bilateral di tingkat Pejabat Senior Kementerian Luar Negeri masing-masing sejak tahun 2001 dengan ditandatanganinya MoU on Consultation. Per­temuan Konsultasi Bilateral telah dilaksanakan sebanyak empat kali, dua kali di Indonesia, (di Bali, 19-20 Juli 2004 dan di Jakarta, 14 Agustus 2006) dan dua kali di Mesir (di Cairo, 9-10 Mei 2005 dan 29 Oktober 2008). Melalui forum tersebut, kedua negara membahas berbagai isu hubungan dan kerjasama bilateral serta melakukan pertukaran pandangan tentang berbagai isu internasional dan regional yang menjadi perhatian bersama.
Posisi dalam Proses Perdamaian di Timur Tengah
Mengenai proses perdamaian di Timur Tengah, pada prinsipnya Indonesia memiliki posisi yang sama dengan Mesir tentang perlunya penyelesaian konflik Arab-Israel pada tiga jalur yang ada (Palestina-Israel, Libanon-Israel dan Suriah-Israel) sesuai dengan resolusi-resolusi PBB yang relevan dan kesepakatan-kesepakatan yang pernah dicapai oleh pihak-pihak yang bertikai. Dalam kaitan ini, Indonesia mendukung tuntutan penarikan diri Israel dari seluruh tanah Arab yang didudukinya pada perang tahun 1967. Indonesia juga mengakui peran penting dan strategis Mesir dalam proses perdamaian Timur Tengah, khususnya dalam penyelesaian masalah-masalah Palestina-Israel, terlebih mengingat bahwa secara geografis Mesir berbatasan langsung dengan sebagian wilayah Palestina, yakni Jalur Gaza. Selain itu, Indonesia mendukung berbagai upaya dan peran Mesir dalam penyelesaian masalah Palestina, termasuk upaya rekonsiliasi antar faksi Palestina dan pemulihan kembali perundingan damai Palestina-Israel. Lebih dari sekadar dukungan, Indonesia berkomitmen untuk ikut berperan aktif dan berkontribusi secara komplementer terhadap berbagai upaya pemajuan proses perdamaian Timur Tengah, termasuk upaya yang dilakukan Mesir.[7]
C.  Hubungan Bilateral Bidang Ekonomi

Kerjasama Perdagangan

Indonesia selalu mencatat surplus perdagangan dengan Mesir dalam beberapa tahun terakhir. Sekalipun keadaan perekonomian Mesir belum pulih sepenuhnya dari krisis ekonomi global tahun 2008, ekspor Indonesia ke Mesir hingga 2010 terus berlangsung dengan surplus yang cukup signifikan bagi Indonesia dan meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelum­nya. Ber­dasarkan data yang diperoleh dari BPS, total perdagangan non-migas Indonesia dengan Mesir pada tahun 2010 tercatat USD 1,07 miliar dan mengalami kenaikan sebesar 33,3% dibanding dengan periode tahun 2009, yang nilainya mencapai USD 802,56 juta. Meski terjadi revolusi di Mesir, volume perdagangan Indonesia-Mesir pada periode Januari-Juni 2011 tetap mengalami kenaikan sebanyak 49,51% dan mencapai USD 725,59 juta berbanding periode Januari-Juni 2010 yang mencapai USD 489,30 juta. Hal ini mengindikasikan bahwa Mesir merupakan pasar potensial dalam mengembangkan perdagangan non-migas Indonesia.[8]

Perdagangan, Indonesia dan Mesir mengalami tren kenaikan pertukaran dagang pada beberapa tahun terakhir. Total perdagangan kedua negara pada tahun 2008 dibandingkan tahun 2003 mengalami kenaikan drastis sebesar 500% dengan kenaikan ekspor Indonesia sebesar 464% dan kenaikan impor dari Mesir sebesar 682%. Pada 2013, volume perdagangan antara dua negara tersebut sekitar $1.03 miliar.[9] Ekspor Indonesia ke Mesir meliputi minyak kelapa sawit, kopi, teh, tekstil dan barang-barang elektronik serta barang-barang lainnya. Pada 2014, tingkat ekspor Indonesia meningkat 21.71 dengan nilai sebesar $1.34 miliar.[10] Di sisi lainnya, ekspor Mesir ke Indonesia bernilai sejumlah $94.4 juta pada 2013 dan meliputi mineral, semen dan buah-buahan serta barang-barang lainnya.[11]
Data Kementerian Perdagangan Indonesia mencatat Mesir merupakan salah satu mitra utama Indonesia di kawasan Afrika. Nilai total perdagangan Indonesia-Mesir pada 2014 mencapai  1,49 miliar USD, dengan surplus sebesar  1,2 miliar USD untuk Indonesia. Produk ekspor utama Indonesia ke Mesir meliputi emas, kabel dan konduktor listrik, furnitur, bahan tekstil, pakaian jadi, buah segar, dan tembaga. Sedangkan impor Indonesia dari Mesir, antara lain maizena, gandum, fosfat, kacang kedelai, serta iron ores dan konsentratnya.[12]
Peluang kerjasama ekonomi Indonesia dengan Mesir, khususnya di bidang investasi dan perdagangan masih terbuka lebar karena didukung oleh beberapa faktor, antara lain:
  1. Posisi geo-strategis Mesir dengan keberadaan terusan Suez yang menjembatani Asia, Afrika dan Eropa.
  2. Jumlah penduduk hampir 83 juta (terbesar di Timur tengah dan kedua di Afrika) dengan pendapatan per kapita sekitar USD 5.800 (berdasarkan purchasing power parity – PPP).
  3. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi 7,1 % (2006-2007), 7,5 % (2007-2008) dan bahkan pada masa krisis (2008-2009) Mesir berhasil mencapai pertumbuhan 4,5%, sehingga dari tahun ke tahun daya beli masyarakat Mesir terus meningkat dan jumlah kalangan menengah semakin tumbuh.
  4. Sebagai gerbang untuk mengakses berbagai pasar di kawasan Eropa, Afrika, Timur Tengah dan bahkan Amerika Serikat, Mesir memiliki berbagai kesepakatan perdagangan bebas dengan berbagai pihak, antara lain:
    • COMESA (Common Market for Eastern and Southern Africa Agreement)
    • Agadir Agreement (negara-negara Arab di kawasan Laut Tengah)
    • Greater Arab Free Trade Area
    • Pan Arab Free Trade Area
    • FTA dengan Turki
    • EFTA (FTA dengan Islandia, Lichtenstein, Norwegia dan Swiss)
    • Egypt – EU Partnership
    • Skema Qualifying Industrial Zone dengan AS (produk mesir dapat masuk ke Amerika Serikat tanpa bea masuk selama mengandung komponen dari Israel sebanyak 11.7%)
Secara tradisional, produk utama Indonesia yang masuk ke pasar Mesir adalah minyak kelapa sawit, serat dan benang, produk kertas, plywood, kopi, sabun, pecah belah, pakaian jadi, mebel, bahan kimia, kapas, tetes tebu, dan produk karet seperti ban. Adapun produk utama Mesir yang diimpor Indonesia antara lain adalah fosfat, kapas, tetes tebu, pupuk kimia, kurma dan buah-buahan, karpet, produk tekstil dan benang katun. Dalam dua tahun terakhir, upaya diversifikasi telah berhasil menambah jenis komoditi ekpor Indonesia ke Mesir dengan masuknya alloy wheel, car battery, office furniture, wooden & rattan furniture (indoor & outdoor), paper products, toilet tissue paper, baby care product, skincare, beauty soap, shampoo, tooth paste, herbal cosmetics, food stuff, glassware, plastic ware, salt dan handicraft.

Pada pertemuan bilateral antara Presiden Jokowi (Indonesia) dan Presiden As-Sisi (Mesir) terakhir di Istana Negara, Jakarta (4/9), kedua pimpinan negara tersebut bersepakat untuk saling meningkatkan kerjasama ekonomi, terlebih dalam sektor perdagangan dan investasi. Hal ini semakin didukung dengan track record sejarah kerjasama yang baik antar kedua negara. Pemerintah Indonesia mengungkapkan bahwa kerjasama dengan Mesir akan lebih mudah ditingkatkan semenjak diperlebarnya jalur Terusan Suez di Mesir.[13]  


D.  Hubungan Bilateral Bidang Sosial dan Budaya

Kerjasama Pendidikan dan Budaya
Pendidikan termasuk sektor kerjasama unggulan antara Indonesia dan Mesir. Hal ini dibuktikan dengan makin intensnya kerjasama pendidikan yang dilakukan antar kedua negara.  Wakil Menteri Luar Negeri RI, AM. Fachir mengungkapkan bahwa saat ini ada sekitar 5.000 pelajar Indonesia yang melanjutkan studinya di universitas terkemuka di Mesir. Sebaliknya untuk Mesir ada sekitar 250 pelajar yang melanjutkan studinya di Indonesia melalui program non degree. “Pelajar Indonesia yang melanjutkan studi di Mesir sebagian besar mengambil Prodi Studi Keislaman, Ekonomi Syariah, Hukum Islam dan lain-lainnya,”[14] Pertemuan antara Presiden Jokowi dan Presiden As-Sisi terakhir juga telah menyepakati adanya peningkatan kuota jumlah pelajar yang belajar di Mesir nantinya.[15]
Menurut Fachir, pihaknya akan terus mendorong pertukaran pelajar Indonesia-Mesir secara berkelanjutan. Ia mengatakan, pelajar Indonesia yang melanjutkan studi di Mesir tersebut untuk meningkatkan dan memperdalam ilmu Bahasa Arab dan Agama. Sebaliknya pelajar Mesir yang melanjutkan studi di Indonesia tersebut untuk belajar kebudayaan Indonesia, yaitu demokrasi Indonesia, budaya, bahasa dan lain-lainnya. “Kebudayaan Indonesia ini akan kami tonjolkan kepada Mesir supaya lebih dikenal di sana. Seperti demokrasi, keragaman budaya, bahasa dan yang lainnya,” lanjutnya.[16]
Dalam upaya dukungan kerjasam bidang pendidikan, pemerintah Mesir juga telah memberikan program beasiswa pendidikan secara rutin tiap tahunnya kepada pelajar asal Indonesia yang ingin melanjutkan studinya di Mesir. Hal ini sebagaimana terlansir lewat pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Mesir yakni The university of Al Azhar AL-Sharif presents about 115 scholarships annually to Indonesia (5 for studying at institutions, 90 for studying at universities, and 20 for post-graduate studies) as well as 3 other scholarships offered by the Ministry of Higher Education. There are also about 43 preachers, from Al Azhar and the Ministry of Endowments, distributed among the Islamic institutions all over Indonesia.”[17]

Promosi Sosial Budaya

Indonesia aktif dalam melaksanakan beragam kegiatan budaya baik yang bersifat promosi maupun melalui kerjasama dengan berbagai pusat kebudayaan di Mesir. Pada 2011, terutama setelah Revolusi Mesir, kegiatan budaya yang telah dilakukan oleh KBRI di antaranya adalah pagelaran "Ramadhan Lifestyle in Indonesia" pada tanggal 10 Agustus 2011 di Cairo Opera House dan tanggal 12 Agustus 2011 di Opera Damenhur, peringatan hari anak nasional bekerja sama dengan Yayasan 6 Oktober pada 27 Juli 2011, keikutsertaan dalam Festival Musik Sufi Internasional pada 15-25 Agustus 2011.

Salah satu sarana utama dalam mempromosikan budaya Indonesia kepada masyarakat Mesir adalah dengan menyelenggarakan kursus bahasa Indonesia yang telah diefektifkan sejak tanggal 3 Agustus 2008 oleh Pusat Kebudayaan dan Informasi (PUSKIN). Tujuan utamanya adalah untuk menjembatani kedua Negara dalam meningkatkan people to people contact untuk saling mengenalkan budaya kedua bangsa. Hingga bulan September 2011 jumlah alumni dan siswa PUSKIN sekitar 200 orang. Selain belajar bahasa, siswa PUSKIN juga diperkenalkan dengan budaya Indonesia, seperti musik angklung, kecapi suling, seni Pencak Silat, nonton bersama (film Indonesia), mengenal kuliner Indonesia, dll.[18]






[1]Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti Junior di Center for Information and Development Studies (CIDES) Indonesia. Tulisan ini diperuntukkan sebagai bahan kajian di Kementerian Luar Negeri RI, Direktorat Sosial Budaya dan Organisasi Negar Berkembang.  
[2]"Egypt's relations with ASEAN countries - The Egyptian-Indonesian Relations". Arab Republic of Egypt - Ministry of Foreign Affair. 4 Maret 2006. Diakses pada 3 Mei 2016.
[3]Irfan Pasdar, “Hubungan Bilateral Indonesia dengan Mesir pada Bidang Politik, Bidang Ekonomi dan Perdagangan, dan Bidang Budaya dan Pendidikan”, (2011, Makasar: STITEK Balik Diwa), h. 2.    
[4]Rahman Suranta, “Diplomasi Indonesia di Mesir 1947-1948”, [Thesis]. (2003, Depok: Universitas Indonesia)
[9]"Indonesia aims to boost export to Egypt". Xinhua. 9 Desember 2014. Diakses pada 3 Mei 2016.
[10]"RI’s exports to Egypt rise 21.71%". The Jakarta Post. 20 Maret 2015. Diakses pada 3 Mei 2016.
[11]"Top Egyptian Exports to the World". World's Richest Countries. Diakses pada 3 Mei 2016.
[17]Ibid.
[18]Irfan Pasdar, “Hubungan Bilateral Indonesia dengan Mesir pada Bidang Politik, Bidang Ekonomi dan Perdagangan, dan Bidang Budaya dan Pendidikan”, (2011, Makasar: STITEK Balik Diwa), h. 15-17..    
Buat lebih berguna, kongsi:
close
CLOSE [X]